REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW -- Kementerian Luar Negeri Rusia mengatakan mereka "mengawasi dengan seksama" semua aktivitas militer di Semenanjung Korea. Hal ini disampaikan setelah pemerintah Korea Utara (Korut) mengesahkan hak menggunakan serangan nuklir sebagai tindak pencegahan.
Pada Jumat (9/9/2022) kantor berita Rusia, RIA melaporkan kementerian luar negeri mengatakan "langkah-langkah terbaru Amerika Serikat" mempersulit upaya menyakinkan Korut bahwa keamanan dapat dipastikan melalui politik tidak peru militer. Rusia menuduh Washington merusak stabilitas di Semenanjung Korea.
Pada Rabu (7/9/2022) lalu perwakilan nuklir Jepang, Korea Selatan (Korsel) dan AS sepakat memperkuat hubungan keamanan dalam menghadapi potensi "provokasi" Korut dalam bentuk uji coba nuklir. Tahun ini Korut sering menggelar uji coba nuklir.
AS memperingatkan Pyongyang dapat menjual senjata-senjatanya ke Rusia. Pertemuan trilateral di Tokyo bagian dari serangkaian pertemuan dua bulan terakir termasuk pertemuan penasihat keamanan di Hawaii pekan lalu.
"Korut melanjutkan dan bahkan mempercepat kapabilitas rudal dan nuklirnya, dan terdapat lonjakan kemungkinan provokasi lebih lanjut, termasuk uji coba nuklir," kata perwakilan Jepang Takehiro Funakoshi sebelum pertemuan.
"Di saat yang sama, kami masih terbuka untuk menggelar dialog dengan Korut," katanya, ia menambahkan Pyongyang selalu menyambut negosiasi, sentimen yang didukung perwakilan AS Sung Kim dan Korsel Kim Gunn.
Sung Kim yang juga Duta Besar AS untuk Indonesia mengatakan Washington siap untuk setiap kontingensi. "Garis bawah kami tidak berubah, tujuan kami masih menyelesaikan denuklirisasi Semenanjung Korea," katanya.