REPUBLIKA.CO.ID, ANKARA -- Pemerintah Turki menuding Yunani melanjutkan aksi provokasi terhadapnya. Ankara mendesak Athena mengakhiri provokasinya dan tidak menjadi “alat” dari pihak lain.
"Ketika kami mencoba menghormati hak bertetangga kami di kedua sisi Laut Aegea, Yunani masih melanjutkan provokasinya. Jika Anda memulai petualangan atas nama orang lain, Anda akan menderita konsekuensi hari ini seperti yang terjadi di masa lalu. Ini adalah peringatan untuk tetangga kita Yunani," kata Menteri Luar Negeri Mevlut Cavusoglu saat berbicara di acara simposium Battle of Sakarya, Senin (12/9), dikutip Anadolu Agency.
Cavusoglu tak menjelaskan detail terkait provokasi yang dimaksud. Dia hanya meminta Yunani tidak menjadi “alat” pihak lain dan segera mengakhiri provokasinya. Cavusoglu juga tak menyinggung siapa pihak lain yang dimaksudnya.
Pada Ahad (11/9/2022) lalu, Perdana Menteri Yunani Kyriakos Mitsotakis mengatakan, negaranya akan tetap berusaha menjaga saluran komunikasi dengan Turki. Mitsotakis mengaku tak dapat menerima pernyataan yang dilayangkan Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan terhadap negaranya baru-baru ini. “Namun, kami akan selalu berusaha menjaga saluran komunikasi tetap terbuka,” katanya pada konferensi pers di kota utara Thessaloniki.
Mitsotakis tak mengungkap pernyataan Erdogan mana yang dimaksudnya. Dalam konferensi pers itu, Mitsotakis pun menyampaikan bahwa dia selalu bersedia untuk bertemu dengan Erdogan. Pada 3 September lalu, Erdogan sempat mengatakan bahwa Yunani akan “membayar harga mahal” karena melecehkan pesawat tempur Turki di atas Laut Aegea. Dia pun menyinggung tentang pengambilalihan kota bersejarah Yunani, Smyrna, oleh Turki pada 1922. Saat ini Smyrna dikenal dengan nama Izmir.
Ankara menuding Yunani menggunakan sistem pertahanan udara buatan Rusia untuk mengganggu jet Turki. Turki memutuskan menempatkan pasukan di pulau-pulau di Laut Aegea, yang sebenarnya melanggar perjanjian damai.
Sementara itu, Yunani membantah tuduhan Turki. Ia justru menuding Turki yang sering meningkatkan ketegangan, termasuk melalui penerbangan ke pulau-pulau Yunani. Uni Eropa menyuarakan keprihatinan atas pernyataan yang disampaikan Erdogan. Sementara Amerika Serikat (AS) mendesak Turki dan Yunani menyelesaikan perselisihan mereka secara damai lewat jalur diplomatik.
Pada Mei lalu, Yunani telah menyampaikan kepada PBB bahwa Turki menantang kedaulatannya atas pulau-pulau di Laut Aegea timur. Athena menilai, Ankara mengancamnya dengan perang.
“Yunani dengan sungguh-sungguh meminta Turki berhenti mempertanyakan kedaulatan Yunani atas pulau-pulau Aegea, khususnya melalui pernyataan yang tidak berdasar secara hukum dan secara historis keliru (serta) tidak mengancam Yunani dengan perang,” demikian bunyi salah satu kalimat dalam surat empat halaman yang diserahkan kepada Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres dan ditandatangani Perwakilan Tetap Yunani di PBB Maria Theofili tertanggal 25 Mei.
Yunani merasa Turki telah mengancamnya dengan peperangan. “Tindakan yang sangat mengancam oleh Turki (termasuk) penerbangan berulang kali di wilayah Yunani oleh jet tempur yang bertentangan dengan hukum internasional,” kata Yunani dalam suratnya kepada Guterres.
Yunani dan Turki berselisih selama beberapa dekade mengenai batas laut, termasuk soal di mana landas kontinen mereka dimulai dan berakhir. Akibat hal itu, kedua negara juga terlibat perselisihan soal hak pengeboran minyak dan gas di Mediterania timur, khususnya di sekitar pulau-pulau Yunani di dekat garis pantai Turki. Penerbangan di atas Laut Aegea juga kerap memantik ketegangan Ankara dan Athena.