REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW -- Presiden Rusia Vladimir Putin meminta ketenangan di tengah bentrokan terbaru antara pasukan Armenia dan Azerbaijan. Rusia juga membantu memediasi kedua negara yang bertikai dan berharap kesepakatan gencatan senjata yang telah dicapai dilaksanakan secara penuh.
"Sulit untuk melebih-lebihkan peran Federasi Rusia, peran Putin secara pribadi," kata juru bicara Kremlin Dmitry Peskov pada Selasa (13/9/2022) waktu setempat.
"Presiden secara alami melakukan segala upaya untuk membantu meredakan ketegangan di perbatasan," tuturnya.
Kementerian luar negeri Rusia mengatakan konflik tersebut harus diselesaikan secara eksklusif melalui cara politik dan diplomatik. "Kami berharap kesepakatan yang dicapai sebagai hasil mediasi Rusia mengenai gencatan senjata mulai pukul 09.00 waktu Moskow pada 13 September tahun ini akan dilaksanakan secara penuh,” kata Kementerian Luar Negeri Rusia dalam sebuah pernyataan.
Pasukan Armenia dan Azerbaijan terlibat konfrontasi baru di wilayah perbatasan kedua negara. Menurut Azerbaijan, pasukan Armenia telah terlibat dalam kegiatan intelijen di perbatasannya. Armenia pun dituding memindahkan senjata ke daerah tersebut. Selain itu, menurut Azerbaijan, pada Senin (12/9/2022) malam, pasukan Armenia melakukan operasi penambangan.
Pasukan Azerbaijan dilaporkan melancarkan tembakan intensif terhadap militer Armenia ke arah kota Goris, Sok, dan Jermuk. Namun Armenia menuding pasukan Azerbaijan yang menyerangnya terlebih dulu.
Perdana Menteri Armenia Nikol Pashinyan mengatakan, sebanyak 49 tentara negaranya tewas akibat serangan Azerbaijan. “Untuk saat ini, kami memiliki 49 (tentara) tewas dan sayangnya itu bukan angka terakhir," ujarnya kepada parlemen, Selasa.
Armenia dan Azerbaijan terlibat perselisihan sejak dekade 1990-an atas wilayah yang disengketakan Nagorno-Karabakh, sebuah wilayah yang terletak di dalam Azerbaijan, tapi berada di bawah kendali pasukan etnis Armenia. Pada 2020 lalu, kedua negara terlibat pertempuran di wilayah tersebut.