Rabu 14 Sep 2022 16:35 WIB

Penduduk di Wilayah Xinjiang Kelaparan Selama Penguncian Covid-19

Warga Xinjiang jalani karantina paksa dan kekurangan pasokan selama 40 hari lockdown

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Esthi Maharani
Penduduk di sebuah kota di wilayah Xinjiang, China mengalami kelaparan selama penguncian untuk menangani penyebaran Covid-19
Foto: REUTERS/Thomas Peter
Penduduk di sebuah kota di wilayah Xinjiang, China mengalami kelaparan selama penguncian untuk menangani penyebaran Covid-19

REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- Penduduk di sebuah kota di wilayah Xinjiang, China mengalami kelaparan selama penguncian untuk menangani penyebaran Covid-19. Mereka menjalani karantina paksa dan kekurangan pasokan obat-obatan selama 40 hari penguncian.

Penduduk Kota Ghulja mengunggah video yang menunjukkan kulkas mereka kosong dan tidak memiliki pasokan makanan, anak-anak yang menderita demam, dan orang-orang berteriak dari jendela rumah mereka.

Kondisi ini mengingatkan pada penguncian ketat di Shanghai beberapa waktu lalu. Ketika itu ribuan penduduk mengunggah video dan foto bahwa mereka dikirimi sayuran busuk atau ditolak perawatan medis bagi orang dengan penyakit kritis. Tetapi, penguncian ketat di kota-kota kecil seperti Ghulja kurang mendapat perhatian.

Penguncian di Ghulja juga menimbulkan ketakutan di antara orang-orang Uighur, yaitu kelompok etnis yang berasal dari Xinjiang.  Selama bertahun-tahun, wilayah tersebut telah menjadi target tindakan keras yang menjerat sebagian besar orang Uighur dan minoritas Muslim lainnya. Penguncian sebelumnya di Xinjiang sangat sulit, karena disertai dengan pengobatan paksa, penangkapan, dan penduduk disemprot  disinfektan.

Yasinuf, seorang warga Uighur yang belajar di sebuah universitas di Eropa, mengatakan, ibu mertuanya mengirim pesan suara yang menakutkan akhir pekan ini. Dalam pesan suara itu, ibu mertuanya mengatakan, dia dipaksa pergi ke karantina terpusat karena batuk ringan.

“Kami tidak tahu apa yang akan terjadi kali ini.  Yang bisa kita lakukan sekarang adalah mempercayai pencipta kita," ujar ibu mertua Yasinuf, dalam rekaman audio yang ditinjau oleh The Associated Press.

Orang tua Yasinuf mengatakan kepada dirinya bahwa, mereka kehabisan persediaan makanan. Orang tua Yasinuf  bertahan hidup dengan memakan adonan mentah yang terbuat dari tepung, air, dan garam. Kondisi ini membuat Yasinuf tidak fokus untuk belajar. Bahkan dia tidak tidur dalam beberapa hari karena memikirkan kerabatnya di Ghulja.

"Suara mereka selalu ada di kepala saya, mengatakan hal-hal seperti saya lapar, tolong bantu kami," ujar Yasinuf.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement