REPUBLIKA.CO.ID, DUBAI -- Juru bicara Kementerian Luar Negeri Iran Nasser Kanaani mengatakan tidak menutup kemungkinan pertemuan sela seputar perjanjian nuklir 2015 di Majelis Umum PBB di New York. Perundingan tak langsung antara Amerika Serikat (AS) dan Iran yang berlangsung selama berbulan-bulan terhenti karena sejumlah isu.
Salah satunya karena Teheran bersikeras agar Badan Energi Atom Internasional (IAEA) menutup penyelidikan jejak uranium di tiga lokasi yang ditemukan sebelum perjanjian nuklir atau Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA) diaktifkan kembali. Iran juga meminta AS menjamin tidak keluar lagi dari perjanjian itu.
"Kepala negosiator nuklir, "Ali Bagheri Kani akan menghadiri Majelis Umum sebagai bagian dari delegasi tapi tidak ada rencana khusus untuk membahas kesepakatan nuklir, tetapi saya tidak menutup kemungkinan pembicaraan seputar kesepakatan nuklir," kata Kanaani, Senin (19/9/2022).
Ia mengatakan Teheran tidak akan meninggalkan meja negosiasi. Tapi Kanaani membantah kemungkinan pertemuan bilateral antara pejabat Iran dan AS di New York. Teheran dan Washington tidak memiliki hubungan diplomatik sejak 1979 dan masih berselisih pada sejumlah isu.
Dalam program 60 Minutes di stasiun televisi CBS yang dilakukan Selasa (13/9/2022) lalu Presiden Iran Ebrahim Raisi mengatakan Teheran akan serius pada kesepakatan untuk mengaktifkan kembali perjanjian program nuklir 2015 bila ada jaminan AS. Bulan lalu Kementerian Luar Negeri Iran mengatakan Teheran membutuhkan jaminan yang lebih kuat dari Washington.
Raisi mengatakan bila kesepakatannya baik dan adil maka Iran akan serius untuk mencapai kesepakatan. "Ini harus bertahan lama, harus ada jaminan, bila ada jaminan, maka Amerika tidak dapat keluar dari kesepakatan," katanya.