REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Negara-negara Asia Tenggara harus memutuskan apakah akan melanjutkan rencana perdamaian lima poin yang sejauh ini gagal untuk Myanmar atau memutuskan langkah selanjutnya sebelum para pemimpin mereka bertemu pada November. Myanmar berada dalam krisis sejak tentara menggulingkan pemerintah Aung San Suu Kyi pada Februari tahun lalu.
“Antara sekarang dan KTT ASEAN November nanti, ASEAN harus mengkaji secara serius apakah lima poin konsensus itu masih relevan, dan apakah harus diganti dengan yang lebih baik,” kata Menteri Luar Negeri Malaysia Saifuddin Abdullah, Senin (19/9/2022).
"Pada saat kita bertemu di bulan November, kita harus mengajukan pertanyaan sulit itu dan kita harus memiliki jawabannya selama waktu itu," ujarnya.
Berbicara kepada wartawan di sela-sela pertemuan tahunan para pemimpin dunia untuk Majelis Umum PBB di New York, Abdullah menyatakan harapan, Dewan Keamanan (DK) PBB yang beranggotakan 15 orang tidak akan mengecewakan rakyat Myanmar. Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN), dengan Myanmar adalah salah satu anggotanya, telah memimpin upaya perdamaian tetapi junta tidak kunjung memenuhi 'Five-Point Consensus' yang disepakati.
DK PBB sedang mempertimbangkan sebuah resolusi rancangan Inggris yang diedarkan pada 16 September. Edaran ini akan menuntut diakhirinya semua kekerasan di Myanmar, mendesak segera diakhirinya transfer senjata ke Myanmar, dan mengancam sanksi-sanksi PBB.
Rancangan resolusi Inggris juga akan meminta junta Myanmar untuk membebaskan semua tahanan politik, termasuk Aung San Suu Kyi. Naypyidaw diminta menerapkan rencana perdamaian ASEAN dan memungkinkan transisi demokrasi.
Tapi, DK PBB telah lama terpecah dalam membahas Myanmar. Para diplomat mengatakan, China dan Rusia kemungkinan akan melindungi negara itu dari tindakan keras apa pun dan negosiasi mengenai rancangan resolusi Inggris kemungkinan akan memakan waktu. Untuk diadopsi, resolusi DK membutuhkan setidaknya sembilan suara mendukung dan tidak ada veto oleh Rusia, China, Amerika Serikat, Prancis atau Inggris.