REPUBLIKA.CO.ID, TEHERAN – Sebanyak empat orang meninggal di wilayah Kurdi Iran pada Senin (19/9/2022). Pasukan keamanan melepaskan tembakan selama protes atas kematian Mahsa Amini dalam tahanan polisi.
Organisasi Hak Asasi Manusia Hengaw di Twitter melaporkan, dua orang meninggal dunia ketika pasukan keamanan menembaki pengunjuk rasa di kota Kurdi Saqez, kampung halaman Amini.
Sedangkan dua lagi meninggal di Kota Divandarreh oleh tembakan langsung dari pasukan keamanan. Tidak ada konfirmasi resmi mengenai kematian tersebut.
Amini berusia 22 tahun dari Provinsi Kurdistan Iran mengalami koma dan meninggal setelah penangkapannya di Teheran pekan lalu oleh polisi moral. Peristiwa ini memicu demonstrasi di berbagai daerah termasuk ibu kota.
Dalam kecaman nasional atas kematian Amini, tagar Persia #MahsaAmini mencapai hampir dua juta sebutan Twitter.
Siaran televisi pemerintah mengatakan, sejumlah pengunjuk rasa telah ditangkap tetapi menolak beberapa klaim kematian di media sosial dengan menunjukkan dua pemuda yang terluka yang membantah laporan bahwa mereka telah terbunuh. Nama mereka berbeda dengan yang ada di laporan Hengaw.
Protes paling intens terjadi di wilayah Kurdi, pihak berwenang sebelumnya telah memadamkan kerusuhan oleh minoritas Kurdi. Hengaw mengatakan 15 orang terluka di Divandarreh.
Sebuah video yang diposting di Twitter sebelumnya oleh Hengaw menunjukkan, pengunjuk rasa melemparkan batu sementara seorang pria terdengar mengatakan "ada perang di Divandarreh" dan menuduh polisi menyerang.
Observatorium pemblokiran internet NetBlocks melaporkan gangguan hampir total pada konektivitas internet di Sanandaj yang merupakan ibu kota provinsi wilayah Kurdi pada Senin. NetBlocks menghubungkannya dengan protes yang sedang berkobar.
Sedangkan Gedung Putih menuntut pertanggungjawaban atas kematian Amini. "Kematian Mahsa Amini setelah cedera yang diderita saat berada dalam tahanan polisi karena mengenakan jilbab yang 'tidak pantas' adalah penghinaan yang mengerikan dan mengerikan terhadap hak asasi manusia," kata juru bicara Gedung Putih.
Akun Twitter protes Iran yang diikuti secara luas memposting rekaman yang menunjukkan apa yang dikatakannya sebagai protes di sebuah universitas terhadap paramiliter Basij yang merupakan sebuah milisi.
Video lain menunjukkan polisi menggunakan meriam air untuk membubarkan pengunjuk rasa di Teheran, dan demonstrasi menyebar ke kota-kota seperti Rasht, Mashhad, dan Isfahan.
Komandan Polisi Teheran Hossein Rahimi mengatakan, tuduhan pengecut telah dibuat terhadap polisi. Dia menegaskan bahwa Amini tidak menderita luka fisik dan polisi telah melakukan segalanya untuk membuatnya tetap hidup.
"Insiden ini sangat disayangkan bagi kami dan kami ingin tidak pernah menyaksikan insiden seperti itu," kata Rahimi.
Baca juga: Dulu Panas Dengar Alquran, Mualaf Veronica Bersyahadat Justru Berkat Surat Al Fatihah
Sebuah video polisi menunjukkan seorang perempuan yang diidentifikasi sebagai Amini berjalan ke sebuah ruangan dan duduk bersama yang lain. Kemudian video maju cepat untuk menunjukkan dia berdiri berbicara dengan seseorang yang sedang memeriksa bagian dari pakaiannya. Perempuan itu kemudian mengangkat tangannya ke kepalanya dan pingsan.
Vali Nasr dari Johns Hopkins School of Advanced International Studies mengatakan protes tersebut mencerminkan frustrasi yang terpendam atas berbagai hal yang terjadi di negara itu."Masalah etnis, masalah jilbab, serta ... ketidakbahagiaan dengan cara pihak berwenang bereaksi dan secara brutal menangani populasi," ujarnya.
Sebuah organisasi resmi yang mempromosikan ajaran Islam mendesak reformasi cara Iran menerapkan aturan tentang pemakaian jilbab. Badan ini menyerukan lebih sedikit peran kepolisian dan lebih banyak dorongan bagi perempuan untuk mematuhi aturan.