REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON – Perwakilan Tetap Rusia untuk PBB Vasily Nebenzya menyoroti minimnya kemajuan dalam ekspor pangan dan pupuk asal negaranya di bawah kesepakatan tentang pembuatan koridor gandum yang diteken dengan Ukraina dengan mediasi Turki serta PBB. Menurut Nebenzya, negara-negara Barat menyabotase bagian dari perjanjian tersebut.
"Untuk membantu negara-negara yang rentan, PBB mengusulkan penandatanganan apa yang disebut kesepakatan Laut Hitam. Kami (Rusia) mendukung inisiatif PBB. Inti dari perjanjian itu sederhana; ekspor makanan Ukraina dari tiga pelabuhan Laut Hitam yang dikuasai Kiev harus disertai dengan ekspor paralel makanan dan pupuk kami tanpa hambatan. Dengan demikian, menghubungkan dua jalur ekspor yang termasuk dalam perjanjian Istanbul yang terkenal, yang ditandatangani pada 22 Juli di Turki," kata Nebenzya, Senin (19/9/2022), dikutip laman kantor berita Rusia, TASS.
Selain itu, dia menekankan, memorandum yang sesuai antara PBB dan Rusia ditandatangani oleh Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres sendiri. Jadi, Nebenzya berpendapat, Guterres mempunyai kewajiban khusus untuk memfasilitasi transaksi ekspor operator ekonomi Rusia. Pada saat bersamaan, Kepala Kantor PBB untuk Urusan Kemanusiaan Martin Griffiths diberi wewenang mengawasi pelaksanaan kesepakatan oleh Ukraina.
Sementara kepatuhan Rusia terhadap kesepakatan diawasi oleh Sekretaris Jenderal Konferensi PBB tentang Perdagangan dan Pembangunan Rebeca Grynspan.
"Hampir dua bulan setelah penandatanganan perjanjian Istanbul, koridor kemanusiaan maritim dari Ukraina ke Laut Hitam beroperasi dengan lancar, lebih dari 3 juta ton makanan telah berhasil diangkut melaluinya di lebih dari 100 kapal. Tapi apa yang disebut bagian Rusia dari kesepakatan itu tidak berhasil,” ujar Nebenzya.
"Guterres dan timnya melakukan upaya signifikan untuk membuka ekspor kami, tetapi, sayangnya, tidak ada kemajuan di sana. Di kubu Barat, mereka mengatakan bahwa produk pertanian dan pupuk tidak dikenakan sanksi, tetapi sebenarnya mereka menyabotase bagian Rusia dari perjanjian paket. Presiden Rusia Vladimir Putin berbicara tentang ini secara rinci dan berulang kali," kata Nebenzya menambahkan.
Pada 22 Juli lalu, Rusia dan Ukraina menandatangani kesepakatan koridor gandum di Istanbul. Perjanjian itu diteken di bawah pengawasan PBB dan Turki. Dengan perjanjian tersebut, Moskow memberi akses kepada Ukraina untuk mengekspor komoditas biji-bijiannya, termasuk gandum, dari pelabuhan-pelabuhan di Laut Hitam yang kini berada di bawah kontrol pasukan Rusia. Itu menjadi kesepakatan paling signifikan yang dicapai sejak konflik Rusia-Ukraina pecah pada 24 Februari lalu.
Rusia dan Ukraina merupakan penghasil 25 persen produksi gandum dan biji-bijian dunia. Sejak konflik pecah Februari lalu, rantai pasokan gandum dari kedua negara itu terputus. Ukraina tak dapat melakukan pengiriman karena pelabuhan-pelabuhannya direbut dan dikuasai Rusia. Sementara Moskow tak bisa mengekspor karena adanya sanksi Barat.