REPUBLIKA.CO.ID, TEL AVIV – Israel dan Bahrain telah memulai pembicaraan tentang perjanjian perdagangan bebas. Hal itu terlaksana dua tahun setelah kedua negara melakukan normalisasi diplomatik.
“Perjanjian (perdagangan bebas) ini akan membantu memperkuat hubungan antara Bahrain dan Israel secara signifikan, menghilangkan hambatan, memperluas kerja sama ekonomi, dan membantu membangun lebih banyak jembatan antar-negara,” kata Menteri Ekonomi Israel Orna Barbivai, Selasa (20/9/2022).
Saat bertemu mantan perdana menteri Israel Naftali Bennett di Istana Al-Sakhir pada Februari lalu, Raja Bahrain Hamad bin Isa Al Khalifa menyampaikan bahwa dia ingin mempererat hubungan dengan Israel. “Yang Mulia Raja (Hamad bin Isa Al Khalifa) menyambut Perdana Menteri Israel, mengungkapkan harapan kunjungannya ke Bahrain akan lebih meningkatkan hubungan bilateral dan kerja sama untuk melayani kepentingan bersama," kata Bahrain News Agency (BNA) dalam laporannya pada 15 Februari lalu.
Raja Hamad turut meninjau berbagai aspek kerja sama antara Bahrain dan Israel serta sarana untuk meningkatkannya. “Yang Mulia Raja dan Perdana Menteri Israel menggarisbawahi keinginan untuk lebih mempromosikan hubungan bilateral dan kerja sama guna melayani kepentingan bersama serta keamanan, stabilitas dan pembangunan regional,” kata BNA.
Raja Hamad meminta Bennett menyampaikan salamnya kepada Presiden Israel Isaac Herzog. Ia pun mengutarakan harapan terbaiknya untuk rakyat Israel yang lebih berkembang dan sejahtera. Pada gilirannya Bennett menyampaikan terima kasih kepada Raja Hamad atas sambutan dan keramahan terhadapnya.
Bennett menyampaikan rasa bahagianya dapat menjadi perdana menteri Israel pertama yang mengunjungi Bahrain. Dia pun mengapresiasi dan memuji keinginan Raja Hamad terkait peningkatan hubungan bilateral Israel-Bahrain. Sama seperti Raja Hamad, Bennett berharap rakyat Bahrain lebih tumbuh dan makmur.
Pada 15 September 2020, Bahrain dan Uni Emirat Arab (UEA) menandatangani perjanjian normalisasi diplomatik dengan Israel. Hal itu tercapai berkat mediasi dan dukungan AS di bawah kepemimpinan mantan presiden Donald Trump. Kesepakatan normalisasi tersebut dikenal dengan nama Abraham Accords.
Selain UEA dan Bahrain, AS pun membantu Israel melakukan normalisasi diplomatik dengan Sudan serta Maroko. Washington menghapus Sudan dari daftar negara pendukung terorisme sebagai aksi timbal balik atas kesediaannya membuka hubungan resmi dengan Tel Aviv. Kemudian terkait Maroko, sebagai balasan, AS mengakui klaim negara tersebut atas wilayah Sahara Barat yang dipersengketakan.
Palestina mengecam kesepakatan damai yang dilakukan empat negara Muslim tersebut. Menurut Palestina, hal itu merupakan tikaman bagi perjuangannya memperoleh kemerdekaan.