REPUBLIKA.CO.ID., ANKARA -- Kesepakatan ekspor gandum Ukraina di Istanbul telah menjadi salah satu pencapaian terbesar PBB dalam beberapa tahun terakhir, kata Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan pada Selasa (20/9/2022).
“Sebagai hasil dari upaya intens kami dengan Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres, kami telah memastikan bahwa gandum Ukraina mencapai dunia melalui Laut Hitam,” kata Erdogan dalam pidatonya di sesi Majelis Umum PBB ke-77 di New York.
“Perjanjian ini, yang sangat penting dalam menjaga pasokan biji-bijian secara global, adalah salah satu pencapaian terbesar PBB dalam beberapa tahun terakhir,” ujar presiden Turki.
Turki, PBB, Rusia, dan Ukraina menandatangani perjanjian di Istanbul pada 22 Juli untuk memulai kembali ekspor gandum dari tiga pelabuhan Ukraina di Laut Hitam, yang dihentikan sementara setelah perang Rusia-Ukraina dimulai pada Februari.
Pusat Koordinasi Gabungan yang terdiri dari pejabat tiga negara dan PBB dibentuk di Istanbul untuk mengawasi pengiriman.
Sejak kapal pertama berlayar di bawah kesepakatan pada 1 Agustus, lebih dari 160 kapal telah membawa lebih dari 3 juta ton produk pertanian melalui koridor gandum tersebut.
Erdogan menekankan bahwa Turki akan melanjutkan upayanya untuk mengakhiri perang dengan kesepakatan “berdasarkan integritas teritorial dan kedaulatan Ukraina.”
"Bersama-sama, kita perlu menemukan solusi diplomatik yang masuk akal, adil dan layak yang akan memberikan kedua belah pihak jalan keluar yang terhormat dari krisis," ujar dia.
Dia meminta komunitas internasional untuk “dengan tulus mendukung” upaya Turki untuk perdamaian abadi antara Moskow dan Kyiv.
“Sangat penting bahwa kita merestrukturisasi PBB, sejalan dengan karakteristik merangkulnya, sebagai organisasi yang dapat menghasilkan solusi untuk tatanan dunia yang lebih adil, dan di mana kehendak bersama diwujudkan atas nama seluruh umat manusia,” kata Erdogan.
Dia mengatakan mereformasi Dewan Keamanan PBB sebagai struktur yang “lebih efektif, demokratis, transparan, dan akuntabel” akan menjadi tonggak sejarah bagi perdamaian, keadilan, dan kesejahteraan.
"Kami akan terus menekankan di setiap platform bahwa 'dunia lebih besar dari lima' dan 'dunia yang lebih adil itu mungkin'," kata Erdogan.
'Yunani ubah Laut Aegea jadi kuburan pengungsi'
Presiden Turki menyerukan Yunani untuk menghentikan "penganiayaan" terhadap para migran di Laut Aegea dan Mediterania Timur.
“Sementara kami berjuang untuk mencegah kematian lebih banyak bayi seperti Aylan, Yunani mengubah Laut Aegea menjadi kuburan pengungsi dengan penolakannya yang melanggar hukum dan tak manusiawi,” kata Erdogan.
Aylan Kurdi adalah seorang pengungsi Suriah berusia 3 tahun yang tubuhnya terdampar di pantai Turki pada 2015, yang mana fotonya menjadi gambar yang menceritakan tentang krisis pengungsi global.
“Krisis pengungsi tidak dapat diselesaikan dengan menenggelamkan perahu orang-orang tak berdosa yang mencari masa depan lebih baik, membiarkan mereka mati, dan membangun tembok di perbatasan,” tutur dia.
“Sudah saatnya bagi Eropa dan PBB untuk mengakhiri kekejaman yang merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan ini.”
Ankara dan kelompok hak asasi global telah berulang kali mengutuk praktik ilegal Yunani yang mendorong pencari suaka kembali ke perairan Turki dan menolak mereka masuk, dengan mengatakan itu melanggar nilai-nilai kemanusiaan dan hukum internasional dengan membahayakan kehidupan migran yang rentan, termasuk perempuan dan anak-anak.
“Kami berharap Yunani menghindari politik provokasi dan mengindahkan seruan kami untuk kerja sama,” kata Erdogan.
Dia juga mendesak masyarakat internasional melakukan upaya untuk mengakhiri penindasan terhadap Siprus Turki, dan secara resmi mengakui Republik Turki Siprus Utara sesegera mungkin.
Selain penolakan yang tidak manusiawi terhadap migran gelap, Yunani juga mengejar “kebijakan diskriminatif dan menindas” terhadap minoritas Muslim Turki, tambah Erdogan.
Turki berharap Yunani akan menghentikan tindakan bermasalah ini dan organisasi internasional, khususnya UE, akan berhenti menutup mata terhadap “praktik tidak manusiawi dan melanggar hukum,” tekan Presiden.