REPUBLIKA.CO.ID, BELGRADE -- Menteri Luar Negeri Serbia Nikola Selakovic meminta agar kesepakatan dengan Rusia pada Ahad (25/9/2022) tidak dianggap enteng ataupun diremehkan. Negara Balkan yang sedang mencari keanggotaan dalam Uni Eropa ini menghadapi kritik karena menandatangani perjanjian bersama dengan Rusia.
"Pemerintah bisa saja menolak rencana seperti itu tetapi tidak ada yang diperdebatkan di dalamnya. Itu dikritik oleh mereka yang belum melihatnya," ujar Selakovic.
Selakovic menandatangani perjanjian bersama dengan Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov di sela-sela pertemuan Majelis Umum PBB di New York pada Jumat (23/9/2022). Pada momen tersebut, sebagian besar delegasi Barat menghindari diplomat top Rusia akibat invasi negara itu ke Ukraina.
Menurut Selakovic, perjanjian itu adalah masalah teknis dan terkait hubungan bilateral, tetapi bukan masalah keamanan. Dia menegaskan, Serbia telah menandatangani dokumen serupa dengan Rusia sejak 1996.
Kementerian Luar Negeri Serbia menjelaskan usai penandatangan itu, rencana konsultasi yang tercakup dalam perjanjian itu diperkirakan akan berlangsung selama dua tahun. Kondisi itu dinilai tidak pantas, sebab Serbia secara resmi adalah calon anggota Uni Eropa, tetapi pemerintah menjaga hubungan baik dengan Rusia.
Berita kesepakatan itu pun akhirnya memicu kritik keras dari oposisi pro-Uni Eropa di dalam negeri dan beberapa politisi Uni Eropa. Seorang anggota Parlemen Eropa dari Jerman Viola von Cramon menyarankan kemungkinan penangguhan pembicaraan aksesi Uni Eropa dengan Serbia.
"Ini adalah skandal serius. Di tengah perang yang berkecamuk, (Kementerian Luar Negeri) Serbia menandatangani rencana kerjasama masa depan dengan agresor," kata von Cramon di Twitter.
Anggota Parlemen Eropa lainnya dari Slovakia Vladimir Bilcik menggambarkan perjanjian dengan Rusia sebagai pukulan serius terhadap proses aksesi di Balkan Barat.