REPUBLIKA.CO.ID, ANKARA -- Turki pada Senin (26/9/2022) mengatakan, Malaysia dan Indonesia telah menyatakan minatnya untuk membeli drone bersenjata dari perusahaan pertahanan Turki, Baykar. Drone buatan Baykar telah dipasok ke beberapa negara dan memiliki tingkat keberhasilan yang mumpuni di medan perang.
“Banyak negara Asia, terutama Malaysia dan Indonesia, sangat tertarik dengan produk industri pertahanan kita. Kesepakatan sedang ditandatangani,” kata Menteri Luar Negeri Turki Mevlut Cavusoglu dalam konferensi pers di Tokyo.
Permintaan internasional untuk drone Turki telah melonjak setelah kecanggihan senjata itu terbukti di medan konflik seperti di Suriah, Ukraina, dan Libya. Pada 21 September, Reuters melaporkan bahwa Baykar mengirimkan 20 drone bersenjata ke Uni Emirate Arab (UEA) bulan ini.
Pesawat tak berawak atau drone buatan Turki telah memperkuat pertahanan Ukraina, di tengah operasi militer khusus Rusia. Jack Watling dari Royal United Services Institute yang berbasis di London, mengatakan, drone telah melakukan serangan sukses yang tak terduga pada tahap awal konflik Ukraina dengan Moskow.
Tepatnya sebelum Rusia dapat mengatur pertahanan udara mereka di medan perang. Ukraina menggunakan kendaraan udara tak berawak Bayraktar TB2 buatan Turki. Drone tersebut dapat membawa bom ringan berpemandu laser, dan biasanya unggul dalam konflik berteknologi rendah.
Turki telah menjual TB2 ke puluhan negara seperti Azerbaijan, Libya, Maroko, dan Ethiopia. Watling mengatakan, TB2 seharusnya tidak membuat dampak yang besar karena mereka adalah pesawat dengan ketinggian sedang, serta terbang lambat dengan elektromagnetik besar dan penampang radar besar.
Turki mulai menjual pesawat tak berawak TB2 ke Ukraina pada 2019. Kiev menggunakan drone tersebut untuk memerangi separatis yang didukung Rusia di wilayah Donbas timur. Pejabat Turki menolak untuk mengungkapkan rincian penjualan drone ke Ukraina, termasuk berapa banyak yang terlibat dalam operasi militer menyerang Rusia. Perkiraan independen menyebutkan, jumlah TB2 di Ukraina antara 20 dan 50 unit.
“Saya pikir Turki sebenarnya berada di depan, tetapi tidak di pusat, setidaknya tidak secara publik dari konflik ini,” kata Direktur Program Penelitian Turki dan rekan senior di Institut Washington untuk Kebijakan Timur Dekat di Washington DC, Soner Cagaptay.
"Kebijakan resminya mengenai perang adalah 'netralitas pro-Ukraina'. Ini bertindak netral. Turki ingin perang berakhir, tetapi secara militer membantu Ukraina. Turki telah menjual drone pembunuh ini ke Ukraina," kata Cagaptay menambahkan.
Menurut perkiraan,drone tersebut dijual dengan harga di bawah 2 juta dolar AS, dan diproduksi oleh perusahaan pertahanan Baykar. Perusahaan itu dimiliki oleh keluarga Selcuk Bayraktar, yang merupakan menantu Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan.
Drone TB2 telah membantu menyeimbangkan konflik di Libya, serta Azerbaijan dalam pertempuran dengan pasukan yang didukung Armenia di wilayah Nagorno-Karabakh, yang disengketakan pada 2020. Ankara juga telah menggunakan pesawat tak berawak melawan militan Kurdi di Turki, dan Irak utara serta melawan pejuang Kurdi di Suriah.