Rabu 28 Sep 2022 16:24 WIB

Pasukan Cadangan Rusia Mulai Berlatih di Pangkalan Armada Baltik

pasukan cadangan itu melakukan latihan menembak dan mengoperasikan senjata.

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Esthi Maharani
Rekrutmen Rusia berjalan melewati pusat rekrutmen militer di Volgograd, Rusia, Sabtu, 24 September 2022. Presiden Rusia Vladimir Putin pada Rabu memerintahkan mobilisasi sebagian pasukan cadangan untuk memperkuat pasukannya di Ukraina.
Foto: AP Photo
Rekrutmen Rusia berjalan melewati pusat rekrutmen militer di Volgograd, Rusia, Sabtu, 24 September 2022. Presiden Rusia Vladimir Putin pada Rabu memerintahkan mobilisasi sebagian pasukan cadangan untuk memperkuat pasukannya di Ukraina.

REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW -- Kementerian Pertahanan Rusia pada Rabu (28/9/2022) mengatakan, pasukan cadangan yang baru dimobilisasi di wilayah Kaliningrad telah memulai pelatihan tempur di pangkalan Armada Baltik Rusia. Dalam saluran Telegram, Kementerian Pertahanan mengatakan, pasukan cadangan itu melakukan latihan menembak dan mengoperasikan senjata.

“Semua personel militer yang dimobilisasi mematuhi standar menembak dari senjata ringan. Selain itu, warga yang dipanggil mengasah keterampilan mereka dalam pengoperasian dan pemeliharaan senjata, militer, dan peralatan khusus,” kata pernyataan Kementerian Pertahanan di saluran Telegram.

Kementerian Pertahanan mengatakan, para pasukan cadangan menerima pelatihan untuk meningkatkan keterampilan menembak dan mempersiapkan personel militer agar dapat percaya diri melakukan aksi di medan perang. Presiden Vladimir Putin memerintahkan mobilisasi militer pertama Rusia sejak Perang Dunia Kedua pekan lalu.

Rusia memiliki kehadiran militer yang signifikan di Kaliningrad, atau daerah kantong pantai Baltik Rusia yang terletak di antara NATO dan anggota Uni Eropa Polandia dan Lithuania. Rusia mempunyai rudal berkemampuan nuklir, Armada Baltik, dan puluhan ribu tentara.

Menteri Pertahanan Rusia, Sergei Shoigu mengatakan, pemerintah akan mengerahkan sekitar 300 ribu orang yang pernah ikut bertempur sebelumnya atau berasal dinas militer lainnya untuk dikerahkan dalam perang di Ukraina. Tetapi laporan yang muncul dari berbagai wilayah Rusia menyatakan bahwa, perekrut sedang mengumpulkan orang-orang di luar deskripsi itu. Hal ini memicu ketakutan bahwa pemerintah akan melakukan pemanggilan yang lebih luas, sehingga para pria yang sudah cukup umur untuk ikut berperang memilih melarikan diri.

"Ada risiko bahwa mereka akan mengumumkan mobilisasi penuh," ujar seorang pria asal St. Petersburg yang tiba di Kazakhstan pada Selasa (27/9/2022) dan menolak disebutkan namanya.

Pria itu mengatakan, dia mengemudi selama tiga hari dari rumahnya ke Uralsk di barat laut Kazakhstan dekat perbatasan. Dia mengatakan, pernyataan mobilisasi Putin memiliki interpretasi yang lebih luas.

“Orang-orang khawatir bahwa cepat atau lambat, mobilisasi penuh akan diumumkan, dan tidak ada yang bisa melintasi perbatasan," ujar pria itu.

Eksodus massal pria Rusia mulai berlangsung pada 21 September, tak lama setelah pidato Putin yang menyerukan mobilisasi pasukan cadangan. Awalnya, mereka membeli tiket pesawat dengan harga yang melonjak tajam. Namun beberapa pria Rusia lainnya memilih untuk bepergian dengan mobil bersama teman-teman, keluarga, atau bahkan pergi sendirian. Mereka mengantre selama berjam-jam untuk mencapai perbatasan.

Menurut situs website Yandex Maps, kemacetan lalu lintas menuju Verkhny Lars, yaitu perbatasan yang melintasi Georgia dari wilayah Ossetia Utara Rusia, membentang sekitar 15 kilometer pada Selasa. Media sosial menunjukkan, ratusan pejalan kaki berbaris di pos pemeriksaan setelah penjaga perbatasan Rusia melonggarkan peraturan dan mengizinkan orang untuk menyeberang dengan berjalan kaki. Antrean panjang juga dilaporkan di beberapa pos penyeberangan ke Kazakhstan.

Kementerian Dalam Negeri Georgia mengatakan, lebih dari 53 ribu orang Rusia telah memasuki negara itu sejak pekan lalu. Sementara pejabat Kementerian Dalam Negeri Kazakhstan mengatakan, sebanyak 98 ribu orang Rusia menyeberang ke negara itu.  

Badan Penjaga Perbatasan Finlandia mengatakan, lebih dari 43 ribu orang Rusia tiba pada periode yang sama.  Laporan media juga mengatakan 3.000 orang Rusia lainnya memasuki Mongolia, yang juga berbatasan dengan negara itu.

Pihak berwenang Rusia berusaha untuk membendung arus keluar warganya, dan melarang beberapa orang pergi dengan mengutip undang-undang mobilisasi. Namun praktik itu tidak berhasil. Banyak pria Rusia yang memenuhi syarat perang melarikan diri dari negara mereka. Polisi di Ossetia Utara mengatakan, kantor pendaftaran darurat akan didirikan di persimpangan Verkhny Lars.

Kazakhstan dan Georgia menawarkan bebas visa bagi warga negara Rusia. Kedua negara ini menjadi tujuan paling populer bagi mereka yang bepergian melalui darat untuk menghindari panggilan perang. Sementara orang Rusia yang hendak memasuki Finlandia dan Norwegia memerlukan visa.

Georgia agak khawatir dengan masuknya orang Rusia, terutama setelah negara itu berperang singkat dengan Moskow pada 2008. Politisi oposisi telah menuntut pemerintah mengambil tindakan keras terhadap orang-orang Rusia yang tiba di Georgia. Tindakan keras itu mulai dari memperkenalkan visa hingga melarang mereka masuk. Namun hingga kini, Georgia belum melakukan tindakan apapun.

Menteri Dalam Negeri Kazakhstan, Marat Akhmetzhanov, mengatakan, pihak berwenang tidak akan memulangkan mereka yang menghindari panggilan perang kecuali mereka berada dalam daftar buronan internasional atas tuduhan kriminal. Presiden Kassym-Jomart Tokayev bahkan memerintahkan pemerintahnya untuk membantu warga Rusia memasuki negaranya karena situasi genting.

 "Kita harus menjaga mereka dan memastikan keselamatan mereka. Ini adalah masalah politik dan kemanusiaan. Saya menugaskan pemerintah untuk mengambil tindakan yang diperlukan," kata Tokayev, seraya menambahkan bahwa Kazakhstan akan mengadakan pembicaraan dengan Rusia mengenai masalah ini.

sumber : Reuters / AP
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement