REPUBLIKA.CO.ID, TEHERAN -- Garda Revolusi Iran mengatakan mereka menembakan rudal dan drone ke target-target milisi di wilayah Kurdi di Irak. Garda Revolusi memperingatkan akan lebih banyak serangan yang akan datang.
Menteri Kesehatan wilayah Kurdi Irak Saman Barazanchi mengatakan, sembilan orang tewas dan 24 terluka dalam serangan dekat Erbil dan Sulaimaniya.
Serangan dilaporkan setelah pihak berwenang Iran menuduh kelompok Kurdi Iran di Irak terlibat dalam gejolak yang melanda Iran saat ini. Terutama di daerah barat laut di mana sebagian besar populasi dari 10 juta orang Kurdi tinggal.
Pada Rabu (28/9/2022) sumber Kurdi Irak mengatakan, serangan drone mengincar setidaknya 10 pangkalan di Kurdi Irak di Sulaimaniya tanpa mengungkapkan berapa jumlah korban.
Baca juga : IHSG Diproyeski Rebound, Empat Saham Blue Chip Ini Layak Koleksi
Seorang anggota senior partai Iran Kurdi yang diasingkan, Komala mengatakan, beberapa kantor mereka juga terkena serangan. Wali Kota Koye, Kurdi Irak, Tariq Haidari mengatakan, dua orang termasuk seorang perempuan hamil tewas dan 12 lainnya terluka dalam serangan itu.
Ia menambahkan beberapa korban luka yang dalam kondisi kritis dilarikan ke rumah sakit di Erbil. Pasukan keamanan dan elit militer, Garda Revolusi mengatakan mereka akan melanjutkan serangan ke apa yang mereka sebut teroris di wilayah itu.
"Operasi ini akan berlanjut dengan tekad penuh kami sampai ancaman benar-benar disingkirkan, kelompok teroris yang bermarkas di sana bubar, dan pihak berwenang wilayah Kurdi kembali memenuhi kewajiban dan tanggung jawab mereka," kata Garda Revolusi dalam pernyataan mereka yang disiarkan stasiun televisi pemerintah Iran.
Kementerian Luar Negeri Irak mengecam serangan Iran ke salah satu wilayah Kurdi Irak. Pada bulan ini Iran diguncang gejolak unjuk rasa yang dipicu kematian perempuan muda Masha Amini saat ditahan polisi.
Baca juga : Jaksa Pertimbangkan Penahanan Tersangka Putri Candrawathi
Amini yang berusia 22 tahun berasal dari Kota Saqez, barat laut Kurdi. Ia ditahan pada 13 September di Ibukota Teheran atas "busana yang tidak pantas" oleh polisi moral yang memaksa hijab.
Ia tewas tiga hari setelah koma di rumah sakit. Kematiannya memicu perlawanan terhadap pemerintah sejak 2019 ketika pihak berwenang Iran menindak protes dengan kekerasan.