REPUBLIKA.CO.ID, PARIS -- Aksi mogok kerja seluruh Prancis yang didorong serikat buruh mengganggu sektor energi. Pasalnya mogok kerja yang menuntut kenaikan upah itu juga diikuti pekerja industri pembangkit listrik tenaga nuklir.
Mogok kerja 24 jam serikat buruh listrik FNME menurunkan kapasitas jaringan listrik. Di saat Prancis sudah mengalami kekurangan reaktor nuklir.
Data dari kelompok perusahaan listrik EDF menunjukkan aksi ini menurunkan generator pembangkit listrik tenaga nuklir sebanyak 3,3 gigawat. Mogok kerja juga mengurangi output pembangkit listrik tenaga air sebanyak 610 megawatt.
Aksi ini juga diperkirakan akan menimbulkan gangguan pada sekolah dan transportasi. Serikat buruh hendak menguji kemampuan mereka menggalang dukungan dan menjadikan mogok kerja ini sebagai barometer untuk gejolak sosial.
Saat Presiden Emmanuel Macron terus melanjutkan rencananya untuk mereformasi sistem pensiunan Prancis. Pemerintahnya merancang legislasi untuk akhir Desember mendatang.
"Bagi kami ini titik awal, memulai gerakan," kata ketua serikat buruh CGT Philippe Martinez di stasiun televisi France 2 Television, Kamis (24/9/2022).
Serikat buruh lainnya CFDT tidak mengajak mogok kerja, tapi ketuanya Laurent Berger berjanji unjuk rasa pada tahun ini bila pemerintah melanjutkan rencananya dalam mereformasi sistem pensiunan.
Krisis biaya hidup di Eropa menekan perusahaan swasta dan pemerintah untuk menaikan upah. "Upah harus naik terdapat masalah pembelian tenaga listrik di negara ini," kata Martinez pada stasiun televisi BFM.
CGT yang anggota termasuk buruh sektor transportasi dan energi mendorong kenaikan upah minimum dari 2.000 euro per bulan, dengan jam kerja 32 jam per minggu dan pensiun di usia 60 tahun. Martinez mengatakan, serikatnya mendorong aksi mogok kerja.
"Bila kami ingin menang, semua serikat harus bersatu," katanya.
Mogok kerja CGT pekan ini memaksa TotalEnergies menutup kilangnya di Gonfreville dan mengganggu pengiriman di kilang lainnya.