REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW – Pemerintah Rusia meminta PBB mendesak Barat mencabut pembatasan dari operasi yang berkaitan dengan ekspor pupuk asal negara tersebut. Moskow pun menyerukan agar sanksi terhadap Bank Pertanian Rusia (Rosselkhozbank) yang menangani sebagian besar transaksi terkait sektor pertanian turut dicabut.
Juru bicara Kementerian Luar Negeri Rusia Maria Zakharova mengatakan, posisi negara-negara Barat menarik dari sudut pandang praktis. Menurut dia, Barat hanya menerapkan bagian kesepakatan yang menjadi kewajibannya ketika ada tekanan substantif, termasuk lewat PBB. Barat enggan melakukannya secara normal.
"Kami berharap PBB melakukan upaya untuk membuat Eropa dan Amerika menghilangkan sejumlah hambatan yang tidak memungkinkan kami untuk sepenuhnya memasok pupuk dan biji-bijian Rusia ke pasar dunia,” kata Zakharova dalam konferensi pers, Kamis (29/9/2022), dikutip laman Anadolu Agency.
Dia pun meminta agar kapal-kapal Rusia diizinkan memasuki pelabuhan Eropa. Sebaliknya, Rusia pun bakal memberi akses kepada kapal-kapal asing memasuki pelabuhan negaranya. “Perlu untuk mencabut sanksi dari Rosselkhozbank, karena menangani bagian terbesar dari semua transaksi dengan pupuk dan makanan,” ucap Zakharova.
Awal bulan ini Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov mengatakan, Barat tidak memenuhi janjinya membantu negaranya melakukan ekspor makanan dan pupuk. Hal itu memicu keraguan pada Moskow untuk memenuhi komitmennya terkait perjanjian koridor pengiriman gandum yang sudah dicapai dengan Ukraina.
Lavrov mengungkapkan, Barat sama sekali tidak melonggarkan sanksi untuk memudahkan Rusia mengekspor produk pertaniannya ke luar negeri. “Rekan-rekan Barat kami tidak melakukan apa yang dijanjikan kepada kami oleh Sekretaris Jenderal PBB,” katanya dalam sebuah konferensi pers di Moskow, 6 September lalu.
Menurut dia, hal itu pun berlaku pada komoditas pupuk Rusia. “Mereka (Barat) tidak mengambil keputusan untuk menghapus sanksi logistik yang mencegah akses bebas gandum dan pupuk Rusia ke pasar dunia,” ucapnya.
Lavrov mengungkapkan, dia terus melakukan kontak dengan PBB. Dia menekan PBB untuk memastikan negara-negara Barat menerapkan poin-poin kesepakatan dalam perjanjian koridor gandum. Pada 22 Juli lalu, Rusia dan Ukraina menandatangani kesepakatan koridor gandum di Istanbul. Perjanjian itu diteken di bawah pengawasan PBB dan Turki.
Dengan perjanjian tersebut, Moskow memberi akses kepada Ukraina untuk mengekspor komoditas biji-bijiannya, termasuk gandum, dari pelabuhan-pelabuhan di Laut Hitam yang kini berada di bawah kontrol pasukan Rusia. Itu menjadi kesepakatan paling signifikan yang dicapai sejak konflik Rusia-Ukraina pecah pada 24 Februari lalu.
Rusia dan Ukraina merupakan penghasil 25 persen produksi gandum dan biji-bijian dunia. Sejak konflik pecah Februari lalu, rantai pasokan gandum dari kedua negara itu terputus. Ukraina tak dapat melakukan pengiriman karena pelabuhan-pelabuhannya direbut dan dikuasai Rusia. Sementara Moskow tak bisa mengekspor karena adanya sanksi Barat.
Baca juga : AS Tolak Akui Klaim Rusia Atas Wilayah Ukraina