REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) memperingatkan kerusakan pada jaringan pipa Nord Stream di bawah Laut Baltik dapat memperburuk volatilitas harga di pasar energi di Eropa dan di seluruh dunia. Dewan Keamanan (DK) PBB mengadakan pertemuan darurat yang diminta oleh Rusia untuk membahas kebocoran pipa gas.
Asisten Sekretaris Jenderal PBB untuk Pembangunan Ekonomi Navid Hanif menjelaskan kepada 15 anggota DK PBB tentang tiga kemungkinan dampak kebocoran. Dia mengatakan, kebocoran pipa meningkatkan kekhawatiran tentang ketidakpastian di pasar energi global yang dapat menyebabkan volatilitas harga lebih tinggi.
"Potensi dampak lingkungan dari kebocoran ini menjadi perhatian. Pembuangan ratusan juta meter kubik gas ke atmosfer akan menghasilkan ratusan ribu ton emisi metana," ujar Hanif dikutip dari Anadolu Agency.
Hanif mengatakan, belum dapat dilakukan penilaian berapa banyak metana yang dilepaskan ke atmosfer, mengingat banyak ketidakpastian. Dia menyatakan keprihatinan tentang kerentanan infrastruktur energi kritis tersebut.
Beberapa pemimpin Eropa menuduh Rusia sebagai penyebab ledakan dan menggambarkan kebocoran itu sebagai sabotase. Rusia membantah bertanggung jawab dan menuduh kondisi itu dilakukan oleh Amerika Serikat (AS).
Denmark dan Swedia memberi tahu DK dalam surat bersama, bahwa kebocoran itu disebabkan oleh ledakan yang setara dengan beberapa ratus kilo bahan peledak. Sedangkan AS dan Rusia terus saling menuding sebagai penyebab kebocoran jalur pipa tersebut.
Utusan Rusia di DK PBB Vassily Nebenzia. mengutip pernyataan Presiden AS Joe Biden pada Februari. Dalam kesempatan itu, Biden menyatakan invasi Rusia ke Ukraina akan berarti akhir dari pipa Nord Stream 2. "Anda tidak dapat menyangkal kata-kata presiden Anda sendiri," kata Nebenzia.
Perwakilan AS Richard Mills membantah ada kaitan dengan kebocoran tersebut dan menuduh Rusia menyebarkan teori konspirasi.