REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri keuangan Prancis Bruno Le Maire mengatakan bahwa dia khawatir tentang situasi ekonomi Inggris. Hal itu setelah pemerintah baru negara itu mengumumkan paket pemotongan pajak senilai 45 miliar poundsterling yang membuat pasar global panik.
Pound Inggris jatuh ke level terendah terhadap euro dalam sekitar dua tahun awal pekan ini. Selain itu juga mencapai rekor terendah terhadap dolar AS pada hari Senin (26/9/2022) setelah Menteri Keuangan Inggris, Kwasi Kwarteng, meluncurkan anggaran mini pada 23 September.
Le Maire mengatakan bahwa "pengumuman spektakuler" seperti yang dibuat oleh pemerintah Inggris dapat mengganggu pasar dan menyebabkan bencana yang sesungguhnya. "Saya tidak khawatir tentang zona euro, saya khawatir tentang situasi di Inggris," katanya, seperti dikutip dari Connexionfrance, Sabtu (1/10/2022).
Le Maire menyatakan telah menjaga suku bunga masuk akal dan cukup dekat dengan suku bunga Jerman karena ada konsistensi dalam kebijakan ekonomi dan keuangan Prancis. Dia juga mengkritik langkah Inggris untuk menarik diri dari Uni Eropa, dengan mengatakan bahwa itu datang dengan biaya yang cukup besar. Menurut dia, Eropa adalah perlindungan.
Zona euro melindungi Prancis selama krisis Covid-19, dan menyelamatkan ekonomi dalam negeri. Tanpa Eropa dan zona euro, pihaknya disebut tidak akan bisa menyelamatkan ekonomi negara seperti yang dilakukan.
Pound telah pulih sedikit terhadap dolar dan euro setelah Kwarteng dan Perdana Menteri Inggris Liz Truss bertemu dengan pejabat di Kantor Tanggung Jawab Anggaran pada Jumat (30/9/2022). Hal itu jadi suatu tindakan yang memiliki efek meyakinkan pada spekulasi pasar.
Sebelumnya Dana Moneter Internasional (IMF) juga mengkritik kebijakan pemangkasan pajak yang dilakukan Inggris. Ini membuat nilai tukar poundsterling anjlok ke level terendah. Kebijakan pemotongan pajak itu diketahui terbesar di Inggris sejak awal 1970-an. Kebijakan itu dikhawatirkan meningkatkan inflasi dan ketidaksetaraan.