REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden mengatakan ancaman nuklir Presiden Rusia Vladimir Putin merupakan risiko nuklir terbesar sejak krisis rudal Kuba. Sementara masyarakat Rusia mengkritik keras pemimpin militer atas perang di Ukraina.
Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy semakin banyak merebut kembali wilayah negaranya. Terutama di bagian selatan saat invasi Putin yang sudah berlangsung selama tujuh semakin kusut.
Biden mengatakan AS sedang "mencari tahu" jalan keluar dari perang Putin. Ia mengatakan pemimpin Rusia itu tidak "bercanda ketika ia berbicara tentang potensi penggunaan senjata nuklir taktis atau senjata biologis atau kimia, karena itu gaya militernya, anda mungkin mengatakan jelas kinerjanya sangat buruk."
"Untuk pertama kalinya sejak krisis Rudal Kuba, kami mendapatkan ancaman langsung penggunaan senjata nuklir, bilanya hal-hal ini berjalan terus," kata Biden pada pendonor Partai Demokrat di New York, Kamis (6/10/2022).
"Kami tidak pernah menghadapi kemungkinan kiamat nuklir sejak Kennedy dan krisis Rudal Kuba," tambahnya.
Pada tahun 1962 saat AS dibawah kepemimpinan Presiden John Kenndy dan Uni Soviet dibawah Nikita Khrushchev nyaris terjadi penggunaan senjata nuklir karena kehadiran rudal Uni Soviet di Kuba.
"Saya pikir tidak ada kemampuan untuk dengan mudah (menggunakan) senjata nuklir taktis dan tidak berakhir dengan kiamat nuklir," kata Biden.
Putin yang berulang tahun ke-70 pada Jumat ini memperingatkan ia akan menggunakan segala cara termasuk senjata nuklir untuk melindungi wilayah Rusia. Termasuk wilayah yang baru-baru ini ia aneksasi dari Ukraina.
Dalam pidatonya di Lowy Institute, Australia, Zelenskyy, mengatakan NATO (Organisasi Pakta Pertahanan Atlantik Utara) harus meluncurkan serangan pencegahan ke Rusia termasuk pencegahan penggunaan senjata nuklir. Juru bicara Kremlin Dmitry Peskov mengecam komentar tersebut.
"(Komentar) itu ajakan untuk memulai kembali perang dunia yang tak terdiga, dengan konsekuensi yang luar biasa besar," katanya seperti dikutip kantor berita RIA.