REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Amerika Serikat (AS) menuduh tentara bayaran Rusia mengeksploitasi sumber daya alam di Republik Afrika Tengah, Mali, Sudan dan negara lain untuk membantu membiayai perang Moskow di Ukraina. Rusia membantah tuduhan itu.
Duta Besar AS untuk PBB Linda Thomas-Greenfield mengatakan tentara bayaran Rusia dari Wagner Group mengeksploitasi sumber daya alam. "Keuntungan dari uang haram ini digunakan untuk mendanai mesin perang Moskow di Afrika, Timur Tengah, dan Ukraina," kata Thomas-Greenfield, Jumat (7/10/2022).
"Jangan salah: masyarakat di seluruh Afrika membayar harga mahal atas praktik eksploitatif dan pelanggaran hak asasi manusia Wagner Group," kata Thomas-Greenfield di rapat Dewan Keamanan PBB mengenai pembiayaan kelompok bersenjata melalui penyelundupan sumber daya alam ilegal di Afrika.
Wagner yang dikelola veteran Angkatan Bersenjata Rusia bertempur di Libya, Suriah, Republika Afrika Tengah, Mali dan negara-negara lainnya. Perusahaan itu didirikan tahun 2014 setelah Rusia menganeksasi Crimea dari Ukraina dan mulai mendukung separatis pro-Rusia di wilayah Donbas timur, Ukraina.
Duta Besar Rusia untuk PBB Vassily Nebenzia mengatakan ia menyesalkan Thomas-Greenfield membahas isu dukungan Rusia pada mitra-mitra di Afrika. "Ini mengungkapkan rencana dan tujuan mereka yang sebenarnya, apa yang benar-benar mereka perlukan dari negara-negara Afrika," kata Nebenzia tanpa menjelaskan lebih lanjut.
Invasi Rusia ke Ukraina yang dimulai 24 Februari menambah persaingan antara Barat dengan Rusia dan China atas sumber daya alam, perdagangan dan hubungan keamanan dengan negara-negara Afrika. Sejumlah negara khawatir mereka terjebak dalam persaingan geopolitik.
Rusia mencoba menghindari isolasi internasional lebih buruk lagi setelah hampir tiga perempat Majelis Umum PBB memilih untuk menegur Moskow dan meminta Rusia menarik pasukannya dari Ukraina.
Pekan depan 193 negara anggota Majelis Umum dijadwalkan akan menggelar pemungutan suara untuk mengecam langkah Moskow menganeksasi empat wilayah Ukraina lewat referendum yang menurut Ukraina dan Barat sebagai rekayasa.