Selasa 11 Oct 2022 18:55 WIB

Para Pemimpin G7 akan Bahas Serangan Bom Rusia di Ukraina

AS dan negara G7 akan bicara soal krisis di Ukraina setelah serangan bom Rusia

Rep: Fergi Nadira B/ Red: Esthi Maharani
Api dan asap membubung dari Jembatan Krimea yang menghubungkan daratan Rusia dan semenanjung Krimea di atas Selat Kerch, di Kerch, Krimea, Sabtu, 8 Oktober 2022. Pihak berwenang Rusia mengatakan sebuah bom truk telah menyebabkan kebakaran dan runtuhnya sebagian jembatan yang menghubungkan Rusia -mencaplok Krimea dengan Rusia. Tiga orang telah tewas. Jembatan itu adalah arteri pasokan utama bagi upaya perang Moskow yang goyah di Ukraina selatan.
Foto: AP Photo
Api dan asap membubung dari Jembatan Krimea yang menghubungkan daratan Rusia dan semenanjung Krimea di atas Selat Kerch, di Kerch, Krimea, Sabtu, 8 Oktober 2022. Pihak berwenang Rusia mengatakan sebuah bom truk telah menyebabkan kebakaran dan runtuhnya sebagian jembatan yang menghubungkan Rusia -mencaplok Krimea dengan Rusia. Tiga orang telah tewas. Jembatan itu adalah arteri pasokan utama bagi upaya perang Moskow yang goyah di Ukraina selatan.

REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK - Amerika Serikat (AS) dan negara-negara Kelompok 7 (G7) akan mengadakan pembicaraan mengenai krisis di Ukraina terutama menyusul serangan bom Rusia ke sejumlah kota di Ukraina pada Senin (10/10/2022). Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy dan para pemimpin G7 akan bertemu pada Selasa (11/10/2022) untuk membahas masalah tersebut.

Kantor Liz Truss mengatakan Perdana Menteri Inggris akan menggunakan seruan untuk mendesak sesama pemimpin agar tetap berada pada jalurnya. "Dukungan internasional yang luar biasa untuk perjuangan Ukraina sangat bertentangan dengan isolasi Rusia di panggung internasional," katanya seperti dikutip laman Channel News Asia, Selasa.

"Tidak ada yang menginginkan perdamaian lebih dari Ukraina. Bagi kami, kami tidak boleh goyah sedikitpun dalam tekad kami untuk membantu mereka memenangkannya," ujarnya menambahkan.

Juru bicara pemerintah Jerman Steffen Hebestreit mengatakan bahwa Kanselir Olaf Scholz telah berbicara dengan Zelenskyy dan meyakinkannya tentang solidaritas Jerman dan negara-negara G7 lainnya. Sementara itu, Presiden AS Joe Biden mengecam serangan Rusia pada Senin. Biden mengatakan serangan itu menunjukkan kebrutalan total dari perang ilegal Putin.

Dalam sebuah pernyataan, Gedung Putih mengatakan Biden telah berbicara dengan Zelenskyy dan telah berjanji untuk melengkapi Ukraina dengan sistem pertahanan udara canggih. Pertemuan para pemimpin G7 akan terjadi sehari setelah rudal Rusia mengguncang ibu kota Kiev untuk pertama kalinya dalam beberapa bulan. Kiev juga mencatat pasukan Rusia membombardir lebih dari 80 rudal di kota-kota lain.

Menteri Luar Negeri Ukraina Dmytro Kuleba mengatakan serangan itu menunjukkan Moskow putus asa karena serentetan kemunduran militer yang memalukan. Sementara pada pertemuan mendesak Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa pada Senin, yang diadakan untuk memperdebatkan pencaplokan yang dinyatakan Moskow atas empat wilayah Ukraina yang sebagian diduduki, duta besar Ukraina Sergiy Kyslytsya mencap Rusia sebagai "negara teroris."

"Sayangnya, Anda hampir tidak dapat menyerukan perdamaian yang stabil dan waras, selama kediktatoran yang tidak stabil dan gila ada di sekitar Anda," katanya, mengatakan kepada negara-negara anggota PBB.

Setidaknya 14 warga sipil tewas dan 97 terluka dalam serangan itu. Sejak Rusia melancarkan invasi pada 24 Februari, lebih dari 7,6 juta pengungsi Ukraina telah tercatat di seluruh Eropa, sementara hampir tujuh juta orang lainnya telah mengungsi di dalam negeri.

Serangan rudal Senin memicu peringatan baru dari kepala pengungsi PBB bahwa lebih banyak orang akan terpaksa meninggalkan rumah mereka. "Pengeboman terhadap warga sipil, rumah, infrastruktur non-militer dengan cara yang tidak pandang bulu di banyak kota di seluruh Ukraina, berarti perang menjadi semakin sulit bagi warga sipil," kata Komisaris Tinggi PBB untuk Pengungsi Filippo Grandi.

"Saya khawatir peristiwa pada jam-jam terakhir ini akan memicu lebih banyak pengungsian," imbuhnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement