REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden meluncurkan evaluasi hubungan dengan Arab Saudi. Evaluasi dilakukan setelah OPEC+ memutuskan akan memangkas produksi minyak.
Sekretaris pers Gedung Putih Karine Jean-Pierre mengatakan, tidak membeberkan lebih lanjut terkait apa saja yang akan dievaluasi ulang. "Amerika Serikat akan mengawasi situasi dengan cermat selama beberapa minggu dan bulan mendatang," katanya.
Pengumuman pemerintahan Biden terkait evaluasi itu muncul sehari setelah Ketua Komite Hubungan Luar Negeri Senat, Bob Menendez, mengatakan, Amerika Serikat harus segera membekukan semua aspek kerja sama dengan Arab Saudi, termasuk penjualan senjata. Pekan lalu, OPEC+ mengumumkan rencana pengurangan produksi minyak. Langkah ini diambil setelah negosiasi dengan pejabat AS berlangsung selama berminggu-minggu.
Amerika Serikat menuduh Arab Saudi tunduk kepada Rusia, yang menolak pembatasan harga minyak oleh Barat akibat invasi Moskow ke Ukraina. Para pejabat AS diam-diam berusaha membujuk Arab Saudi untuk menolak gagasan pengurangan produksi. Tetapi penguasa de-faktor Arab Saudi, Putra Mahkota Mohammed bin Salman, tidak terpengaruh dengan bujukan Washington.
Juru bicara keamanan nasional Gedung Putih, John Kirby, mengatakan, Biden akan bekerja dengan Kongres untuk memikirkan bagaimana hubungan AS dengan Saudi ke depannya. "Dan saya pikir dia akan bersedia untuk memulai percakapan itu segera. Saya tidak berpikir ini adalah sesuatu yang harus menunggu atau harus menunggu lebih lama lagi," ujarnya.
Juru bicara Departemen Luar Negeri, Ned Price, pada Selasa (11/10/2022) mengatakan, pemerintahan Biden tidak akan mengabaikan Iran/dalam tinjauan tersebut. Sebagian besar penjualan senjata AS ke Arab Saudi dilakukan dengan mempertimbangkan ancaman Iran di kawasan itu.
"Ada tantangan keamanan, beberapa di antaranya berasal dari Iran. Tentu saja, kami tidak akan mengabaikan ancaman yang ditimbulkan Iran tidak hanya di kawasan itu, tetapi dalam beberapa hal di luar," kata Price.