REPUBLIKA.CO.ID, BANGKOK -- Pengadilan Myanmar yang dikuasai militer memvonis pemimpin de facto yang digulingkan, Aung San Suu Kyi, atas dua tuduhan tambahan terkait, pada Rabu (12/10/2022). Dengan dua tambahan tuduhan itu, ditambah dengan vonis sebelumnya maka Suu Kyi menghadapi total hukuman penjara 26 tahun.
Suu Kyi (77 tahun) ditahan pada 1 Februari 2021, ketika militer merebut kekuasaan dari pemerintahan terpilih. Dia telah membantah semua tuduhan yang dijatuhkan terhadapnya. Dalam kasus terbaru, dia dituduh menerima suap senilai 550 ribu dolar AS dari Maung Weik, seorang taipan yang dihukum beberapa tahun lalu karena perdagangan narkoba.
Secara total, Suu Kyi telah dijatuhi hukuman 23 tahun penjara atas berbagai tuduhan. Di antaranya dinyatakan bersalah mengimpor dan memiliki walkie-talkie secara ilegal, melanggar pembatasan virus korona, melanggar tindakan rahasia resmi negara, hasutan, penipuan pemilu, dan lima tuduhan korupsi lainnya.
Pendukung dan analis independen mengatakan semua tuduhan terhadap Suu Kyi bermotif politik. Tuduhan itu adalah upaya untuk mendiskreditkan Suu Kyi dan melegitimasi perebutan kekuasaan oleh militer, serta mencegahnya mengambil bagian dalam pemilihan berikutnya yang telah dijanjikan militer pada 2023.
Pada September lalu, pengadilan Myanmar yang dikuasai militer memvonis Suu Kyi dan mantan penasihat ekonominya, Sean Turnell dari Australia, tiga tahun penjara. Keduanya didakwa melanggar undang-undang rahasia resmi dengan hukuman maksimal 14 tahun. Keduanya mengaku tidak bersalah atas tuduhan itu.
"(Divonis hukuman) tiga tahun masing-masing," kata seorang sumber yang menolak disebutkan namanya karena sensitifitas masalah ini.
Suu Kyi, Turnell, dan beberapa anggota tim ekonominya termasuk di antara ribuan orang yang ditangkap sejak junta menggulingkan pemerintah terpilih dalam kudeta awal tahun lalu. Mereka yang ditangkap termasuk politisi, anggota parlemen, birokrat, mahasiswa, dan jurnalis.
Suu Kyi telah dijatuhi hukuman lebih dari 17 tahun penjara dalam kasus terpisah, sebagian besar terkait dengan tuduhan korupsi. Dia menyangkal semua tuduhan terhadapnya. Sementara Turnell, yang merupakan seorang profesor ekonomi Macquarie University Australia, juga ditahan sejak beberapa hari setelah kudeta.
Kantor Perdana Menteri Australia dan Kementerian Luar Negeri tidak segera menanggapi permintaan komentar atas vonis terhadap Turnell. Menteri Luar Negeri Penny Wong sebelumnya mengatakan, pemerintah Australia menolak keputusan pengadilan untuk mengadili Turnell.
Vonis tersebut berlangsung di pengadilan tertutup di Ibu Kota, Naypyitaw. Pelanggaran para terdakwa di bawah undang-undang rahasia resmi masih belum diketahui. Sebuah sumber sebelumnya mengatakan, Turnell dituduh melakukan pelanggaran karena menyimpan dokumen pemerintah.
Seorang juru bicara junta tidak menjawab panggilan telepon untuk dimintai komentar terkait vonis tersebut. Junta menegaskan pengadilan Myanmar bersifat independen, dan mereka yang ditangkap sedang menjalani proses hukum.