Jumat 14 Oct 2022 07:35 WIB

Presiden Otoritas Palestina: Kami Tidak Mempercayai AS

Palestina hanya pertimbangkan mediasi AS jika itu bagian dari kelompok internasional.

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Friska Yolandha
Presiden Otoritas Palestina Mahmoud Abbas pada Kamis (13/10/2022) menyatakan ketidakpercayaannya atas peran Washington dalam menyelesaikan konflik dengan Israel.
Foto: EPA-EFE/FELIPE TRUEBA
Presiden Otoritas Palestina Mahmoud Abbas pada Kamis (13/10/2022) menyatakan ketidakpercayaannya atas peran Washington dalam menyelesaikan konflik dengan Israel.

REPUBLIKA.CO.ID, TEL AVIV -- Presiden Otoritas Palestina Mahmoud Abbas pada Kamis (13/10/2022) menyatakan ketidakpercayaannya atas peran Washington dalam menyelesaikan konflik dengan Israel. Hal ini diungkapkan Abbas ketika bertemu dengan Presiden Rusia Vladimir Putin dalam pertemuan puncak regional di Kazakhstan.

Amerika Serikat secara tradisional merupakan perantara utama untuk menengahi konflik Israel dan Palestina. Pernyataan Abbas muncul pada saat AS dan Rusia berselisih mengenai invasi Moskow ke Ukraina.

Baca Juga

“Kami tidak mempercayai AS. Kami tidak menerima AS, dalam kondisi apa pun, (sebagai) satu pihak dalam menyelesaikan masalah Timur Tengah,” kata Abbas, yang berbicara dalam bahasa Arab.

Abbas mengatakan, Palestina hanya akan mempertimbangkan mediasi AS jika itu adalah bagian dari kelompok mediasi internasional yaitu Kuartet. Kelompok Kuartet ini terdiri dari Rusia, Amerika Serikat, PBB dan Uni Eropa.

Abbas justru memuji posisi Rusia terhadap rakyat Palestina. Menurut Abbas, Rusia berdiri dengan keadilan dan hukum internasional. 

"Rusia berdiri dengan keadilan dan hukum internasional dan itu sudah cukup bagi kami. Ketika Anda mengatakan Anda mendukung legitimasi internasional, ini sudah cukup bagi saya dan itulah yang saya inginkan. Oleh karena itu, kami senang dan puas dengan posisi Rusia," ujar Abbas.

Abbas menjadi salah satu dari sedikit pemimpin dunia yang duduk bersama Putin sejak Rusia melancarkan invasi terhadap Ukraina pada Februari. Pernyataan Abbas mencerminkan rasa frustrasinya terhadap AS, yang telah mundur dari mediasi intensif antara Israel dan Palestina. Sebaliknya, AS telah mengalihkan fokusnya ke isu-isu global mendesak lainnya seperti perang di Ukraina, hubungan dengan China dan ekonomi.

Komentar Abbas juga menyangkut krisis kepercayaan antara Palestina dan AS. Terutama setelah pemerintahan mantan Presiden Donald Trump memotong dana untuk Palestina dan membuat kebijakan yang menguntungkan Israel. Salah satunya memindahkan Kedutaan Besar AS untuk Israel ke kota Yerusalem yang diperebutkan, dan mengesahkan Kesepakatan Abraham yang menjadi landasan bagi Israel untuk menormalisasi hubungan dengan negara Arab. 

Pemerintahan Presiden Joe Biden telah memulihkan dana untuk Palestina, tetapi tetap mempertahankan kedutaan di Yerusalem. Biden juga belum berusaha untuk memulai kembali pembicaraan damai, dengan fokus pada tujuan yang lebih sederhana seperti meningkatkan ekonomi Palestina.

Israel dan Palestina tidak mengadakan pembicaraan damai secara substantif dalam lebih dari satu dekade. Sementara pendudukan militer Israel atas tanah yang direbut dari warga Palestina telah berjalan selama 55 tahun. 

Sebelumnya AS telah menjadi pusat negosiasi. Washington menengahi kesepakatan perdamaian sementara pada 1990-an yang menciptakan Otoritas Palestina, yang kini dipimpin Abbas.

Otoritas Palestina yang diakui secara internasional, berkomitmen untuk tidak melakukan kekerasan dan membuat perjanjian damai yang dinegosiasikan untuk menciptakan negara Palestina merdeka bersama Israrl. Otoritas Palestina mengelola beberapa daerah otonom di wilayah pendudukan Tepi Barat. 

Israel merebut Tepi Barat, Jalur Gaza dan Yerusalem timur dalam perang Timur Tengah 1967.  Orang-orang Palestina menginginkan wilayah-wilayah itu untuk membentuk negara merdeka.

sumber : AP/Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement