REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- China akan menggelar kongres bersejarah Partai Komunis yang berkuasa pada Ahad (16/10/2022). Melalui kongres tersebut Presiden Xi Jinping siap untuk memenangkan masa jabatan ketiga yang memperkuat posisinya sebagai penguasa paling kuat di China sejak Mao Zedong.
Kongres itu berlangsung pada saat politik global bergejolak dan terjadi pergolakan ekonomi di China. Kebijakan nol Covid-19 yang diterapkan oleh pemerintahan Xi telah memukul perekonomian. Kebijakan yang ketat ini juga menimbulkan persoalan gangguan kesehatan mental bagi warga China.
Sementara dukungan Xi untuk Presiden Rusia Vladimir Putin semakin mengasingkan China dari Barat. Para diplomat, ekonom, dan analis mengatakan, Xi akan mengkonsolidasikan cengkeramannya pada kekuasaan.
Kongres diperkirakan berlangsung selama seminggu dan dihadiri sekitar 2.300 delegasi. Kongres akan digelar secara tertutup di Aula Besar Rakyat di Lapangan Tiananmen. Kongres akan ditutup dengan pengenalan Komite Tetap Politbiro (PSC), yang merupakan badan elite partai.
Ketidakpastian politik China telah meningkat sejak Xi mengambil alih kekuasaan satu dekade lalu. Hal ini membuat para pengamat partai dibiarkan berspekulasi tentang siapa yang akan ditunjuk untuk jabatan-jabatan kunci dan apa arti penunjukan itu. Namun diperkirakan selama masa jabatan ketiga, Xi akan fokus pada kebijakan yang memprioritaskan keamanan dan kemandirian. Termasuk kendali negara terhadap ekonomi, diplomasi yang lebih tegas dan militer yang lebih kuat, serta tekanan yang semakin besar untuk merebut Taiwan.
"Kemungkinannya adalah bahwa susunan pemain baru akan tanpa kompromi 'Xi-ist'," kata mantan diplomat Inggris, Charles Parton, seorang rekan di Council on Geostrategy yang berbasis di London.
Kongres kemungkinan akan dimulai dengan pembacaan laporan oleh Xi dalam pidato yang disiarkan di televisi pemerintah. Dalam pidatonya, Xi akan menguraikan kebijakan prioritas untuk lima tahun ke depan. Dalam mengamankan masa jabatan ketiga, Xi mematahkan preseden jabatan presiden sebanyak dua periode. Para analis mengindikasikan bahwa Xi akan tetap berkuasa lebih lama lagi.