Ahad 23 Oct 2022 13:33 WIB

Inflasi di Eropa Ancam Gejolak Politik

Demonstran Ceko juga berunjuk rasa menentang penanganan pemerintah atas krisis energi

Rep: Rizky Jaramaya/AP/ Red: Muhammad Fakhruddin
Inflasi di Eropa Ancam Gejolak Politik (ilustrasi).
Foto: AP Photo/Manu Fernandez
Inflasi di Eropa Ancam Gejolak Politik (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID,LONDON -- Gelombang protesnya dan aksi mogol massal menyebar di Eropa akibat melonjaknya inflasi. Aksi ini menggarisbawahi meningkatnya ketidakpuasan terhadap biaya hidup yang melonjak dan mengancam gejolak politik.  

Di Rumania, pengunjuk rasa meniup terompet dan membunyikan genderang untuk menyuarakan kekecewaan mereka atas meningkatnya biaya hidup. Sementara orang-orang di seluruh Prancis turun ke jalan untuk menuntut kenaikan gaji yang sesuai dengan inflasi. 

Baca Juga

Demonstran Ceko juga berunjuk rasa menentang penanganan pemerintah atas krisis energi. Di sisi lain, staf kereta api Inggris dan pilot Jerman mengadakan pemogokan massal yang menuntut kenaikan gaji di tengah melonjaknya inflasi.

Meningkatnya inflasi dan harga energi menimbulkan gejolak politik seperti yang terjadi di Inggris. Perdana Menteri Inggris Liz Truss mengundurkan diri setelah enam minggu menjabat. Truss tercatat dalam sejarah sebagai perdana menteri Inggris yang menjabat dalam waktu singkat.

Truss mundur karena rencana kebijakan ekonominya memicu kekacauan di pasar keuangan dan semakin memperparah perekonomi yang sudah lesu. Langkah ini menjadi risiko bagi para pemimpin politik karena sebagian besar masyarakat menuntut tindakan nyata dari pemerintah.

Tagihan listrik dan harga pangan di Eropa melonjak akibat invasi Rusia di Ukraina. Harga gas alam telah turun dari rekor tertinggi musim panas dan pemerintah mengalokasikan bantuan energi sebesar 576 miliar euro untuk rumah tangga dan bisnis sejak September 2021. Namun menutut lembaga think tank Bruegel yang berbasis di Brussels, langkah itu tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup masyarakat di tengah inflasi yang meningkat. Harga energi telah mendorong inflasi di 19 negara yang menggunakan mata uang euro ke rekor 9,9 persen, sehingga membuat masyarakat memilih untuk menahan pengeluaran.

“Hari ini, orang wajib menggunakan taktik tekanan untuk mendapatkan kenaikan gaji”, kata Rachid Ouchem, seorang petugas medis yang berada di antara lebih dari 100.000 orang yang bergabung dalam aksi protes di beberapa kota di Prancis.

Menurut konsultan risiko Verisk Maplecroft, dampak dari perang di Ukraina secara tajam meningkatkan risiko kerusuhan sipil di Eropa. Para pemimpin Eropa sangat mendukung Ukraina dengan mengirimkan bantuan senjata ke negara itu. Para pemimpin Eropa juga menjatuhkan sejumlah sanksi kepada Rusia, salah satunya memotong pasokan gas alam dari Moskow dan mencari sumber lain. Namun transisi ini tidak mudah dan mengancam akan mengikis dukungan publik.

"Tidak ada perbaikan cepat untuk krisis energi. Dan jika ada, inflasi sepertinya akan lebih buruk tahun depan daripada tahun ini. Itu berarti hubungan antara tekanan ekonomi dan opini populer tentang perang di Ukraina akan benar-benar diuji,” kata Torbjorn Soltvedt, seorang analis di Verisk Maplecroft. 

Prancis mencatat inflasi sebesar 6,2 persen, atau terendah di 19 negara zona euro. Namun pekerja kereta api dan transportasi, guru sekolah menengah dan pegawai rumah sakit umum turun ke jalan untuk menuntut kenaikan gaji. Mereka juga memprotes intervensi pemerintah terkait pemogokan pekerja kilang yang menyebabkan kelangkaan bensin.

Beberapa hari kemudian, ribuan orang Rumania bergabung dalam unjuk rasa di Bucharest untuk memprotes biaya energi, makanan, dan kebutuhan pokok lainnya yang melambung. Menurut penyelenggara aksi protes, inflasi menyebabkan jutaan pekerja jatuh miskin.

Di Republik Ceko, aksi protes menuntut pemerintah koalisi pro-Barat mengundurkan diri. Mereka mengkritik sikap pemerintah yang mendukung sanksi Uni Eropa terhadap Rusia.  Mereka juga mengecam pemerintah karena tidak berupaya membantu rumah tangga dan bisnis yang terhimpit oleh biaya energi.

Sementara itu pekerja kereta api Inggris, perawat, pekerja pelabuhan, pengacara, dan lainnya telah melakukan mogok kerja massal dalam beberapa bulan terakhir. Mereka menuntut kenaikan gaji yang sesuai dengan inflasi, yang berjalan pada level tertinggi selama empat dekadensi yaitu sebesar 10,1 persen. Aksi mogok juga dilakukan oleh pilot Lufthansa di Jerman dan pekerja maskapai serta bandara lainnya di seluruh Eropa uang menuntut kenaikan  gaji sesuai dengan inflasi. 

"Jika kita berakhir dengan gangguan tak terduga pada pasokan gas di Eropa musim dingin ini, maka kita mungkin akan melihat peningkatan lebih jauh dalam kerusuhan sipil, risiko, dan ketidakstabilan pemerintah," kata Soltvedt.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement