Ahad 23 Oct 2022 19:55 WIB

Xi Jinping, Tokoh Terkuat di China Pasca Mao Zedong

Xi Jinping jadi tokoh paling kuat di China sejak kepemimpinan Mao Zedong

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Esthi Maharani
Presiden China Xi Jinping memperkuat statusnya sebagai tokoh paling kuat di Negeri Tirai Bambu sejak berakhirnya era kepemimpinan Mao Zedong.
Foto: AP/Andy Wong
Presiden China Xi Jinping memperkuat statusnya sebagai tokoh paling kuat di Negeri Tirai Bambu sejak berakhirnya era kepemimpinan Mao Zedong.

REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING – Xi Jinping telah mengamankan masa jabatan ketiganya sebagai presiden China. Ia memperkuat statusnya sebagai tokoh paling kuat di Negeri Tirai Bambu sejak berakhirnya era kepemimpinan Mao Zedong.

Masa jabatan lima tahun ketiga sebagai presiden resmi diamankan Xi setelah Komite Sentral Partai Komunis China (PKC) kembali memilihnya sebagai sekretaris jenderal dalam kongres, Ahad (23/10/2022). Xi sebenarnya melanggar tradisi dengan tetap menduduki kursi nomor satu di China. Namun dia telah mengamandemen Konstitusi China pada 2018 yang menghapus ketentuan batas masa jabatan presiden sebanyak dua periode.

Baca Juga

Pemimpin tersohor China Deng Xiaoping memperkenalkan batas masa jabatan presiden pada 1982. Dia melakukan hal tersebut guna mencegah kembalinya kultus kepribadian pada era Mao Zedong.

“Saya ingin mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak dengan tulus atas kepercayaan yang telah Anda berikan kepada kami,” kata Xi Jinping setelah pengangkatannya.

Xi berjanji dia akan bekerja dengan tekun dan giat untuk membuktikan kelayakan atas kepercayaan yang diberikan PKC serta rakyat China. Dalam kongres yang digelar selama sepekan terakhir, PKC juga menunjuk Komite Tetap Politbiro beranggotakan tujuh orang yang dipimpin oleh Xi.

Semua anggota baru Komite Tetap Politbiro PKC dianggap memiliki kesetiaan terhadap Xi. “Apa yang mulai kita lihat adalah semacam pelanggaran terhadap banyak aturan, baik formal maupun informal, yang diberlakukan oleh para pendahulunya untuk mendorong sekutunya menduduki posisi teratas,” kata staf komunikasi di Fairbank Center for Chinese Studies di Harvard, James Gethyn Evans, dikutip the Guardian.

Hal hampir serupa turut disampaikan Willy Lam, Senior Fellow di lembaga kajian Amerika Serikat (AS), Jamestown Foundation. “Kemenangan yang tidak normal untuk satu faksi, yang jarang terjadi dalam tradisi Partai Komunis, di masa lalu akan ada keseimbangan kekuatan yang kasar. Artinya tidak akan ada check and balances. Xi Jinping juga memiliki kendali penuh atas Politbiro dan Komite Sentral yang lebih besar,” ucapnya, dikutip laman Aljazirah.

Susunan Komite Tetap Politbiro PKC dinilai merupakan konfirmasi lebih lanjut bahwa cengkeraman Xi pada kekuasaan tidak berkurang meski China diguncang gejolak akibat pandemi Covid-19, semakin “terasingnya” China dari Barat, dan diperburuk oleh dukungan Beijing terhadap Presiden Rusia Vladimir Putin.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement