REPUBLIKA.CO.ID,MOSKOW -- Pemerintah Rusia menuding Uni Eropa enggan menemukan solusi damai untuk konflik di Ukraina. Sebaliknya, perhimpunan Benua Biru justru “menanamkan” permusuhan yang berkepanjangan di negara tersebut.
“Kami melihat bahwa Uni Eropa tidak menunjukkan kesediaan untuk menyelesaikan konflik secara damai. Sebaliknya, mereka terus, tanpa berpikir, menginvestasikan dana cukup besar dalam permusuhan yang sedang berlangsunG (di Ukraina),” kata juru bicara Kementerian Luar Negeri Rusia Maria Zakharova, Sabtu (22/10), dilaporkan kantor berita Rusia, TASS.
Terkait hal itu, Zakharova menyoroti keputusan Uni Eropa memberi dana bantuan tambahan sebesar 500 juta euro untuk memasok persenjataan ke Ukraina. "Bahkan, Uni Eropa akan melatih dan melengkapi para militan Ukraina dengan senjata mematikan yang akan terus menumpas penduduk sipil dan memusnahkan infrastruktur penting. Apakah Uni Eropa siap untuk berbagi tanggung jawab atas kejahatan ini?" ucapnya.
Konflik Rusia-Ukraina telah berlangsung selama delapan bulan. Hingga kini kedua negara belum menunjukkan iktikad untuk melakukan perundingan dan mencapai resolusi konflik. Awal bulan ini Moskow menegaskan, mereka tidak menolak perundingan dengan Ukraina. Namun Moskow menilai, Barat yang menyokong Kiev tidak menghendaki adanya perdamaian.
Direktur Departemen Kedua Negara-Negara Independen Persemakmuran Kementerian Luar Negeri Rusia Aleksey Polischuk mengungkapkan, pada Februari lalu, Ukraina mengajukan permintaan negosiasi pada negaranya. Kala itu Moskow menerima dengan terbuka ajakan Kiev.
Dalam proses perundingan, Ukraina siap mencatat netralitas permanen, status non-nuklir dan non-blok, melakukan demiliterisasi dan de-Nazi-fikasi, dengan imbalan jaminan keamanan. “Ketika rancangan perjanjian mulai mengambil garis yang dapat diterima, Kiev menghentikan proses negosiasi. Jelas atas perintah sponsor Barat yang tidak membutuhkan perdamaian,” kata Polischuk, dilaporkan TASS, 9 Oktober lalu.
Menurut Polischuk, Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky benar-benar merugikan dirinya sendiri karena menuruti keinginan Barat. “Itu tidak masuk akal dan tidak memenuhi kepentingan Ukraina. Semakin banyak pembicaraan ditunda, semakin jauh titik awal mereka bergeser, dan tidak menguntungkan Kiev,” ucapnya.