Jumat 28 Oct 2022 08:47 WIB

Krisis Energi Percepat Upaya Penanggulangan Perubahan Iklim

Krisis energi akibat berbagai faktor dapat menjadi titik balik atasi perubahan iklim

Rep: Lintar Satria/ Red: Christiyaningsih
 Kilang minyak TotalEnergies Leuna dekat Spergau, Jerman Timur, 25 April 2022. Krisis energi akibat berbagai faktor dapat menjadi titik balik atasi perubahan iklim. Ilustrasi.
Foto:

Seperti laporan PBB yang dirilis Rabu (26/10/2022) kemarin, laporan IEA juga mengatakan janji pemerintah mengatasi perubahan iklim saat ini "masih sangat jauh" dari yang dibutuhkan untuk mewujudkan target ambisius mereka. Ilmuwan iklim mengatakan agar tetap berada jalur menahan suhu bumi 1,5 derajat Celcius, maka emisi harus dipangkas 45 persen pada tahun 2030.

Pakar kebijakan energi mengatakan meski terdapat langkah-langkah menjanjikan menuju arah yang tepat, pergerakan menuju energi bersih harus jauh lebih cepat lagi. "Investasi energi bersih dilaksanakan, itu alasan mengapa dunia berada di jalur menuju puncak emisi CO2. Namun itu hanya langkah pertama, kami harus memotong banyak emisi, tidak mandek," kata pakar energi di lembaga think-tank Ember, Dave Jones.

Laporan itu memperkirakan investasi energi bersih membutuhkan dana sekitar 2 triliun lebih pada tahun 2030. Menurut IAE, butuh dua kali lipat agar tetap berada dalam jalur menuju target-target perubahan iklim.

"Krisis energi telah mengurangi krisis iklim tapi sayangnya jawabannya masih sama: langkah raksasa dalam investasi energi bersih," kata Jones.

"Laporan ini membuat kasus ekonomi yang sangat kuat untuk energi terbarukan yang mana tidak hanya lebih hemat biaya dan terjangkau dari alternatif bahan bakar tapi juga memberikan lebih banyak daya tahan dari guncangan ekonomi dan geopolitik," kata penasihat kebijakan think-tank E3G, Maria Pastukhova.

Ia menambahkan para pemimpin dan negosiator di konferensi perubahan iklim PBB di Mesir bulan depan harus "menggandakan" upaya menurunkan permintaan energi dan memberikan dana ke negara-negara berkembang. Langkah itu diperlukan sebagai bantuan menuju transisi energi terbarukan untuk mempercepat pemangkasan emisi.

Pada Rabu lalu badan cuaca PBB melaporkan tahun lalu tiga gas efek rumah kaca mencapai titik tertingginya di atmosfer. Organisasi Meteorologi Dunia (WMO) mengatakan ini menunjukkan tanda-tanda "mengerikan" saat dunia sedang menghadapi dampak perang di Ukraina, kenaikan harga bahan bakar dan pangan, serta kekhawatiran lain.

"Lebih banyak berita buruk bagi planet," kata WMO dalam pernyataannya di Buletin Gas Efek Rumah Kaca, seperti dikutip dari NPR.

Ini adalah salah satu dari beberapa laporan yang dirilis beberapa hari terakhir mengenai aspek kesulitan manusia menghadapi perubahan iklim. Penelitian dan laporan-laporan itu dirilis sebelum pertemuan iklim PBB di di Sharm el-Sheikh di Mesir.

Tiga jenis utama gas efek rumah kaca yang menahan panas adalah karbon dioksida, metana, dan dinitrogen oksida. WMO mengatakan lonjakan tertinggi dari tahun 2021 ke 2022 terjadi pada metana yang konsentrasinya di udara tertinggi year-on-year sejak pengukuran dilakukan empat dekade yang lalu.

sumber : AP
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement