REPUBLIKA.CO.ID, SEOUL -- Ekspor Korea Selatan (Korsel) bulan Oktober diperkirakan menyusut untuk pertama kalinya dalam dua tahun di tengah perlambatan ekonomi global dan kenaikan suku bunga. Survei Reuters memprediksi pengiriman barang dari Korsel pada Oktober turun 3,0 persen dibanding bulan yang sama tahun lalu.
Data ini berdasarkan rata-rata prediksi 11 ekonom yang mengikuti jajak pendapat Reuters. Pertumbuhan Korsel pada September lalu melambat 2,7 persen, hampir terendah dalam dua tahun terakhir.
Penurunan ini mengakhiri kenaikan 23 bulan berturut turut sejak November 2020. Kecepatan pertumbuhan menyusut semakin tajam pada pertengahan 2022, dengan rata-rata pertumbuhan selama empat bulan turun menjadi satu digit.
"Angka pertumbuhan ekspor pada Oktober diperkirakan negatif karena berlanjutnya dampak pelemahan permintaan komoditas global, turunnya siklus semikondutor, dan melambatnya pengiriman ke China," kata ekonm DB Financial Investment, Park Sung-woo, Jumat (28/10/2022).
Selama 20 hari pertama bulan ini, ekspor turun 5,5 persen sebab penjualan ke China yang merupakan mitra dagang terbesar Korsel turun 16,3 persen sepanjang lima bulan.
Sementara impor diprediksi akan terus tumbuh 7,2 persen pada hari ke-23. Tapi angkanya tetap dapat lebih rendah 18,6 persen dibanding bulan September dan terlemah sejak Januari 2021.
Dua hal itu memperpanjang defisit neraca Korsel tujuh bulan berturut-turut. Membawa defisit tahunan pertama dalam 14 tahun dan yang paling besar dalam sejarah. Data perdagangan bulanan dijadwalkan akan dirilis pada hari pertama bulan November.
Survei juga memprediksi inflasi tahunan Korsel pada Oktober bertahan 5,6 persen. Inflasi melunak kedua kalinya sejak bulan September. Inflasi bulanan tertinggi dalam 24 tahun tercatat pada bulan Juli lalu yang sebesar 6,3 persen.
Namun ada perbedaan pendapat dalam survei itu. Dari 11 responden, lima ekonom melihat inflasi rebound, sementara tiga ekonom menilai tidak ada perubahan dan tiga sisanya menilai akan terus mereda.