Selasa 01 Nov 2022 12:52 WIB

Dilarang Taliban, Penanaman Opium di Afghanistan Justru Meluas

Budidaya opium di Afghanistan meningkat 32 persen tahun ini.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Esthi Maharani
The United Nations Office on Drugs and Crime (UNODC) mengatakan, budidaya opium di Afghanistan meningkat 32 persen tahun ini.
Foto: AP Photo/Abdul Khaliq
The United Nations Office on Drugs and Crime (UNODC) mengatakan, budidaya opium di Afghanistan meningkat 32 persen tahun ini.

REPUBLIKA.CO.ID, WINA -- The United Nations Office on Drugs and Crime (UNODC) mengatakan, budidaya opium di Afghanistan meningkat 32 persen tahun ini. Itu merupakan laporan terkait opium Afghanistan pertama yang dirilis UNODC sejak negara tersebut dikuasai kembali oleh Taliban.

UNODC mengungkapkan, penanaman opium di Afghanistan tahun ini telah meningkat 233 ribu hektare dibandingkan 2021 lalu. Luas itu menjadikan penanaman tahun 2022 sebagai area terbesar ketiga yang dibudidayakan sejak UNODC melakukan pemantauan pada 1994. Tahun yang memiliki area budidaya lebih tinggi adalah 2018 dan 2019.

Menurut UNODC, panen opium 2022 juga yang paling menguntungkan dalam beberapa tahun terakhir. “Pendapatan yang diperoleh petani dari penjualan opium meningkat lebih dari tiga kali lipat dari 425 juta dolar AS pada 2021 menjadi 1,4 miliar dolar AS pada 2022,” kata UNODC dalam laporannya yang dirilis Selasa (1/11/2022), dikutip laman Al Arabiya.

Kendati paling menguntungkan, menurut UNODC, bobot panen opium di Afghanistan tahun ini menurun sebesar 6.200 ton atau 10 persen lebih rendah dibandingkan 2021. Hal itu terjadi akibat kekeringan yang melanda Afghanistan awal tahun ini.

Peningkatan keuntungan dari penjualan opium sebenarnya juga agak ironi. Sebab pemerintahan Taliban telah melarang penanaman dan budidaya opium di Afghanistan pada April lalu. Namun menurut UNODC, harga opium justru melonjak sejak Taliban memberlakukan larangan tersebut. “Harga opium yang tinggi saat ini memberikan insentif tambahan bagi petani untuk mengambil risiko menanam opium, meskipun ada larangan oleh otoritas de facto,” kata UNODC dalam laporannya.

Menurut PBB, Afghanistan hampir memonopoli industri opium dan heroin dunia. Negara tersebut menyumbang 80 hingga 90 persen dari total produksi global. Afghanistan memang produsen opium terbesar di dunia. Sumber getah tanaman tersebut disuling menjadi heroin.

Pada tahun 2000 silam, Taliban, yang memerintah di Afghanistan, telah melarang produksi opium. Setahun kemudian, pemerintahan Taliban digulingkan pasukan Amerika Serikat (AS) yang melakukan intervensi militer pasca serangan teror ke gedung World Trade Center di New York pada 11 September 2001.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement