REPUBLIKA.CO.ID, NAY PYI DAW -- Amnesty International menyerukan negara-negara maupun perusahaan menghentikan pasokan bahan bakar penerbangan ke penguasa militer Myanmar. Amnesty International meminta pemasok bahan bakar penerbangan menangguhkan pengiriman ke Myanmar.
Hal itu disebut guna mencegah pemerintah militer menggunakan pasokan untuk melakukan serangan udara terhadap sasaran sipil. Negara-negara dan perusahaan bahan bakar harus menghentikan pasokan bahan bakar penerbangan ke Myanmar karena pengiriman untuk penggunaan pesawat sipil dialihkan ke militer.
Hal itu karena angkatan udaranya telah dikaitkan dengan kejahatan perang, menurut Amnesty International dalam sebuah laporan baru yang dirilis Kamis (3/11/2022). “Tidak ada pembenaran untuk berpartisipasi dalam pasokan bahan bakar penerbangan ke militer yang memiliki penghinaan mencolok terhadap hak asasi manusia dan telah berulang kali dituduh melakukan kejahatan perang,” kata Sekretaris Jenderal Amnesty Agns Callamard, dikutip dari Aljazirah, Jumat (4/11/2022).
Callamard melanjutkan serangan udara ini telah menghancurkan keluarga, meneror warga sipil, korban tewas dan cacat. Tetapi jika pesawat tidak dapat mengisi bahan bakar, mereka tidak dapat terbang dan menimbulkan malapetaka.
“Kami meminta pemasok, agen pengiriman, pemilik kapal, dan perusahaan asuransi maritim untuk menarik diri dari rantai pasokan yang menguntungkan Angkatan Udara Myanmar,” kata dia.
Sejak militer merebut kekuasaan di Myanmar pada Februari 2021, lebih dari 2.300 warga sipil telah tewas oleh pasukan militer, termasuk mereka yang menjadi sasaran serangan udara. Selama penelitiannya, Amnesty mengatakan mereka telah mendokumentasikan 16 serangan udara yang terjadi antara Maret 2021 dan Agustus 2022 di negara bagian Kayah, Kayin dan Chin serta di wilayah Sagaing.
Serangan udara itu menewaskan sedikitnya 15 warga sipil, melukai sedikitnya 36 lainnya, dan menghancurkan rumah, bangunan keagamaan, sekolah, fasilitas kesehatan, serta kamp pengungsi. Dalam dua serangan udara, militer Myanmar menggunakan munisi tandan, yang dilarang secara internasional karena sifat senjata tersebut tidak pandang bulu.
Amnesty juga mengatakan telah menghubungkan empat pangkalan udara militer, yakni Hmawbi, Magway, Tada-U dan Taungoo, dengan serangan yang merupakan kejahatan perang. “Dalam sebagian besar kasus yang terdokumentasi ini, hanya warga sipil yang tampaknya berada di lokasi serangan pada saat serangan,” kata Amnesty.