Mengalihkan pasokan bahan bakar sipil
Dalam laporan tersebut, kelompok hak asasi manusia melacak delapan pengiriman bahan bakar penerbangan yang tiba di terminal pelabuhan Thilawa, yang terletak di luar ibukota komersial negara itu, Yangon, antara Februari 2021 dan September tahun ini.
Mengutip data satelit dan dokumen yang bocor, beberapa pengiriman dikirim ke bandara yang berbagi fasilitas pengisian bahan bakar dengan pangkalan militer terdekat. Setidaknya dua dari delapan pengiriman bahan bakar dari Perusahaan Minyak Singapura milik PetroChina dan Minyak Thailand dikirim langsung ke militer. Hal itu berdasar klaim Amnesty, mengutip data bea cukai dan surat yang merinci pengiriman.
“Afiliasi Myanmar dari raksasa minyak Puma Energy juga membayar perusahaan lokal untuk mengangkut bahan bakar ke fasilitas penyimpanan yang dikendalikan militer untuk bahan bakar jet,” kata Amnesty.
Amnesty menggunakan data pelacakan penerbangan dan wawancara dengan mantan personel militer. Amnesty mengatakan telah mendokumentasikan serangan udara yang diluncurkan dari dua pangkalan udara, di mana biasanya dipasok oleh fasilitas penyimpanan itu selama periode penelitian.
Beberapa serangan udara oleh pesawat yang berasal dari dua pangkalan tersebut merupakan kejahatan perang. Pada Juli, Myanmar Witness, sebuah kelompok yang berbasis di London dan mengumpulkan bukti pelanggaran hak, mengatakan telah memverifikasi penyebaran pesawat Yak-130 buatan Rusia dengan kemampuan serangan darat terhadap warga sipil di Myanmar. Jet buatan Rusia telah menggunakan roket terarah dan meriam 23 milimeter terhadap target di area yang dibangun.
Serangan udara oleh militer Myanmar bulan lalu di negara bagian Kachin utara negara itu menewaskan lebih dari 60 orang dan mungkin mencapai 80 jiwa. Sebagian besar adalah warga sipil yang menghadiri perayaan dan konser musik yang diadakan oleh kelompok pemberontak etnis besar.
Singapore Petroleum Company, Rosneft, Chevron dan Thai Oil, menyediakan bahan bakar selama periode penelitian Amnesty International. Perusahaan menyatakan kepada kelompok hak asasi bahwa mereka percaya telah menyediakan bahan bakar penerbangan untuk tujuan sipil.
Penyelidikan dilakukan dengan kelompok aktivis Justice For Myanmar, Amnesty. Hasilnya menunjukan Thai Oil dan agen pengiriman serta anak perusahaan kelompok maritim Norwegia Wilhelmsen mengumumkan bahwa mereka akan menghentikan semua bisnis yang melibatkan bahan bakar penerbangan di Myanmar.
Amnesty meminta semua perusahaan yang terlibat dalam rantai pasokan Myanmar untuk "segera menangguhkan pasokan, penjualan, dan transfer langsung atau tidak langsung”. Hal itu termasuk transit, trans-pengiriman, dan perantara bahan bakar penerbangan.