Selasa 08 Nov 2022 10:25 WIB

Kelompok HAM Palestina: Israel Gunakan Metode Mafia

Israel menurut Palestina menggunakan metode mafia.

Rep: Dwina Agustin/ Red: Muhammad Hafil
 Tentara Israel menyaksikan wartawan mempersiapkan kedatangan delegasi Israel di perbatasan Israel dengan Lebanon di Rosh Hanikra, Israel, Kamis, 27 Oktober 2022. Lebanon dan Israel menandatangani salinan kesepakatan perbatasan laut yang dimediasi AS pada hari Kamis dan mengirimkannya ke PBB di kota perbatasan pesisir Naqoura.
Foto: AP/Maya Alleruzzo
Tentara Israel menyaksikan wartawan mempersiapkan kedatangan delegasi Israel di perbatasan Israel dengan Lebanon di Rosh Hanikra, Israel, Kamis, 27 Oktober 2022. Lebanon dan Israel menandatangani salinan kesepakatan perbatasan laut yang dimediasi AS pada hari Kamis dan mengirimkannya ke PBB di kota perbatasan pesisir Naqoura.

REPUBLIKA.CO.ID,JENEWA -- Sebuah kelompok hak asasi manusia (HAM) Palestina mengatakan kepada panel Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada Senin (7/11/2022), telah menjadi sasaran ancaman dan metode mafia dalam program gangguan yang diselenggarakan oleh Israel. Kelompok yang mendokumentasikan dugaan pelanggaran hak-hak Israel dipaksa bungkam.

Komisi Penyelidikan Independen (COI) yang dibentuk oleh Dewan HAM PBB tahun lalu itu merencanakan dengar pendapat selama lima hari. Badan ini bersifat tidak memihak dan bertugas memeriksa tuduhan Israel dan Palestina.

Baca Juga

Dalam sesi pembukaan, COI mendengar dari perwakilan organisasi Palestina yang ditutup oleh Israel pada Agustus dan ditetapkan sebagai entitas teroris. Direktur Jenderal kelompok HAM Al-Haq Shawan Jabarin membantah tuduhan terorisme dan menyebut penutupan itu sebagai keputusan sewenang-wenang.

Jabarin mengatakan, pasukan keamanan Israel telah menggunakan metode mafia melawannya dalam program melakukan gangguan selama bertahun-tahun. "Mereka menggunakan segala cara, saya bisa katakan. Mereka menggunakan sarana keuangan, kampanye kotor, dan ancaman," katanya menegaskan kantornya disegel dengan pintu besi pada 18 Agustus.

Diminta untuk merinci ancaman yang disebutkan kepada panel, Jabarin mengatakan kepada Reuters setelah sidang, dia telah menerima panggilan telepon dari seseorang yang diidentifikasi dari "Shabak" atau Badan Keamanan Israel dua hari setelah serangan itu. Mereka mengancamnya dengan penahanan, interogasi, atau cara lain jika dia melanjutkan pekerjaannya.

Seorang juru bicara misi diplomatik Israel di Jenewa menolak mengomentari kesaksian khusus tersebut. "Ini (COI) dan diadakannya pengadilan palsu ini mempermalukan dan melemahkan Dewan Hak Asasi Manusia," katanya dalam pernyataan sebelumnya dengan mengatakan komisi itu memiliki agenda anti-Israel.

Dewan HAM PBB sebelumnya telah menolak tuduhan bias dan mengatakan Israel tidak bekerja sama dengan pekerjaan COI tersebut. Sidang pertama selanjutnya akan beralih ke pembunuhan reporter Palestina-Amerika Shireen Abu Akleh pada Mei.

Menurut Dewan HAM PBB, temuannya menunjukkan bahwa  Shireen dibunuh oleh pasukan Israel, sementara penyelidikan Israel menyimpulkan dia kemungkinan ditembak secara tidak sengaja oleh seorang tentara Israel.

Baik sidang maupun Dewan HAM PBB tidak memiliki kekuatan hukum. Namun penyelidikan yang diluncurkan oleh badan itu terkadang digunakan sebagai bukti di depan pengadilan nasional atau internasional.

Sekutu Israel, Amerika Serikat, telah mengkritik Dewan HAM PBB atas tuduhan yang digambarkannya sebagai bias kronis terhadap Israel. Washington keluar dari badan itu pada 2018 dan baru bergabung kembali sepenuhnya tahun ini.

Presiden Dewan HAM yang berasal dari Fiji Nazhat Shameem Khan melakukan penunjukan Navi Pillay dari Afrika Selatan, Miloon Kothari dari India, dan Chris Sidoti dari Australia untuk menjabat sebagai tiga anggota COI pada Juli 2021. Mereka bertugas melakukan penyelidikan di wilayah pendudukan Palestina, termasuk Yerusalem Timur dan Israel usai Dewan HAM melalui resolusinya pada 27 Mei 2021 mengamanatkannya.

Pembentukan komisi ini usai serangan 11 hari di Gaza pada Mei 2021, dengan korban meninggal sebanyak 250 warga Palestina Gaza dan 13 orang di Israel. Mandat penyelidikan mencakup dugaan pelanggaran HAM sebelum dan sesudah itu serta berusaha untuk menyelidiki akar penyebab ketegangan. 

Sumber:

https://www.reuters.com/world/un-hearings-probing-alleged-israeli-rights-abuses-open-geneva-2022-11-07/

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement