REPUBLIKA.CO.ID, SHARM EL-SHEIKH -- Kompensasi terkait dengan cuaca ekstrem dan pemanasan global telah menjadi agenda utama pada konferensi iklim PBB yang berlangsung di Sharm el-Sheikh, Mesir. Di bawah tekanan dari negara-negara berkembang, para delegasi telah sepakat untuk mengadakan pembicaraan formal pertama tentang loss and damage atau kerugian dan kerusakan akibat perubahan iklim.
Negara-negara berkembang menuntut agar negara-negara kaya, dan negara yang menghasilkan polusi membayar kompensasi atas kerusakan yang diakibatkan oleh perubahan iklim. Negara-negara miskin dan berkembang menghadapi kerusakan yang tidak dapat dihindari seperti banjir yang memburuk, kekeringan dan kenaikan permukaan laut akibat perubahan iklim.
Negara miskin yang menghasilkan sedikit polusi kerap mengalami musibah besar akibat perubahan iklim. Menteri Lingkungan Nigeria, Mohammed Abdullahi menyerukan negara-negara kaya untuk menunjukkan komitmen positif dan afirmatif untuk membantu negara-negara yang paling terpukul oleh perubahan iklim.
"Prioritas kami adalah menjadi agresif dalam hal pendanaan iklim untuk mengurangi kerugian dan kerusakan,” kata Abdullahi.
Para pemimpin negara-negara miskin, bersama dengan Presiden Prancis Emmanuel Macron, membahas tentang kompensasi tersebut. Menurut mereka, kompensasi ini sebagai salah satu bentuk keadilan.
“Afrika seharusnya tidak membayar kejahatan yang tidak mereka lakukan,” kata Presiden Republik Afrika Tengah Faustin Archange Touadera, seraya menambahkan bahwa negara-negara kaya harus disalahkan atas masalah iklim.
Presiden Kenya, William K Ruto, mengatakan, perubahan iklim mengancam kehidupan, kesehatan, dan masa depan orang-orang di negara miskin, termasuk Afrika. Ruto memperkirakan kerusakan akibat perubahan iklim senilai 50 miliar dolar AS per tahun pada 2050. Ruto mengatakan, Kenya memilih untuk tidak menggunakan banyak sumber daya “energi kotor” meskipun dapat membantu negara miskin secara finansial. Ruto justru memilih bahan bakar yang lebih bersih.
"Kerusakan adalah pengalaman sehari-hari kami dan mimpi buruk bagi jutaan orang Kenya dan ratusan juta orang Afrika,” kata Ruto.
Austria berjanji akan memberikan bantuan senilai 50 juta euro kepada negara-negara berkembang yang menghadapi kerusakan dan kerugian akibat perubahan iklim. Bantuan itu akan diberikan selama empat tahun.