Kamis 10 Nov 2022 05:14 WIB

RI Mendapat Rekomendasi Kritis dari Negara Anggota PBB Tentang Isu HAM

RI paparkan keberhasilan dan tantangan di bidang HAM di UPR ke-4 PBB

Rep: Fergi Nadira/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Menteri Hukum dan HAM RI Yasonna Laoly didampingi wakil tetap RI untuk PBB Febryan R. saat memberikan keterangan pers usai persidangan Universal Periodoc Review (UPR) ke-4 Dewan HAM PBB di Jenewa, Rabu (9/11/2022)
Foto: Republika/Fergi Nadira
Menteri Hukum dan HAM RI Yasonna Laoly didampingi wakil tetap RI untuk PBB Febryan R. saat memberikan keterangan pers usai persidangan Universal Periodoc Review (UPR) ke-4 Dewan HAM PBB di Jenewa, Rabu (9/11/2022)

REPUBLIKA.CO.ID, JENEWA - Indonesia pada Rabu (9/11/2022)memaparkan sejumlah keberhasilan dan tantangan dalam pembangunan nasional di bidang Hak Asasi Manusia (HAM) di persidangan Universal Periodic Review (UPR) ke-4 Dewan HAM PBB. Indonesia juga mendapatkan rekomendasi maupun pertanyaan dari negara-negara anggota PBB yang menghadiri pertemuan di Jenewa, Swiss ini.

Yasonna mengungkapkan bahwa terdapat sejumlah rekomendasi yang kritis telah disampaikan kepada Indonesia. Hal itu diantaranya isu hukuman mati, isu ratifikasi optional protokol konvensi anti penyiksaan, revisi kitab undang-undang hukum pidana, isu kebebasan beragama dan berekspresi, isu perlindungan terhadap hak wanita, anak dan disabilitas serta isu Papua.

"Tentunya hal ini tidak perlu disikapi dengan berkecil hati. Catatan-catatan penting tersebut akan ditempatkan sebagai refleksi untuk terus meningkatkan pembangunan kita dan melakukan koreksi lebih lanjut guna meningkatkan kualitas pembangunan kita secara merata bagi kesejahteraan rakyat Indonesia dimanapun berada," ujar Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly yang didampingi Wakil Tetap RI untuk PBB dalam press briefing usai pertemuan, Rabu malam waktu Jakarta.

"Sebab bagaimanapun tidak ada negara yang sungguh-sungguh sempurna dalam pencapaian pembangunan HAM-nya, bahkan negara-negara Eropa dan negara-negara lain," ujarnya menambahkan.

Selain itu, Yasonna mengatakan pada pertemuan yang dihadiri 108 negara, bahwa terdapat tantangan yang dihadapi pemerintah dan masyarakat dalam memenuhi komitmen pembangunan HAM. Ia menyadari demokrasi yang terus diuji, pandemi, disahkannya berbagai undang-undang dan peraturan, dinamika penegakan hukum, peran masyarakat sipil yang kian dinamis, kondisi geopolitik global dan regional adalah sebagian fenomena yang muncul pada pembangunan nasional di bidang HAM selama 5 tahun terakhir.

"Banyak kemajuan yang telah dicapai, namun juga Pemerintah Indonesia tidak mengabaikan adanya sejumlah tantangan, khususnya ketika kita semua menghadapi ujian yang berat dengan adanya Pandemi Covid-19," katanya.

Yasonna mengatakan pertemuan pada forum ini sangat penting bagi upaya nasional untuk memenuhi memenuhi mandat konstitusi dalam pemajuan dan perlindungan HAM. Dalam hal ini, sejak tahun 2021 proses penyusunan UPR telah dilakukan secara serius dan inklusif melalui diskusi dan jaring masukan melibatkan kementerian dan lembaga pemerintah, pemerintah daerah, lembaga HAM Nasional, akademisi, serta organisasi non-pemerintah dan masyarakat sipil.

Sementara itu, outcome UPR ini berupa rekomendasi-rekomendasi yang akan dikonsultasikan lebih lanjut. Pemerintah pemerintah Indonesia memiliki hak untuk mendukung atau mencatat saja.

Selain Indonesia, terdapat 13 negara lainnya yang juga melakukan presentasi UPR yaitu Aljazair, Afrika Selatan, Brazil, Belanda, Bahrain, Ecuador, Finlandia, Filipina, India, Inggris, Maroko, Polandia dan Tunisia. Delegasi Indonesia dalam Dialog UPR ke-4 menyertakan unsur-unsur Kemenko Polhukam, Kemenlu, Kemenkumham, Setkab, Kejaksaan Agung, Kepolisian, Kemensos, serta Mahkamah Konstitusi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement