Jumat 11 Nov 2022 06:25 WIB

Petani Yaman Pilih Bertanam Tanaman Narkotika untuk Bertahan Hidup

Petani dapat memperoleh pendapatan tiga kali lipat daripada hasil panen tanaman lain.

Rep: Dwina Agustin/ Red: Nidia Zuraya
tanaman khat. Petani di Yaman lebih memilih untuk menanam  khat yang merupakan daun hijau narkotika.
Foto: Republika/Lida Puspaningtyas
tanaman khat. Petani di Yaman lebih memilih untuk menanam khat yang merupakan daun hijau narkotika.

REPUBLIKA.CO.ID, SANAA -- Petani mengeringkan air tanah lebih dalam di sekitar ibu kota Yaman. Mereka membuang tanah untuk menanam khat yang merupakan daun hijau narkotika yang mendominasi kehidupan di negara itu. 

Mengunyah khat adalah hobi nasional dan permintaan tinggi adalah salah satu dari sedikit kepastian di negara ini. Yaman telah terkoyak oleh perang tujuh tahun yang telah menghancurkan ekonomi dan menyebabkan krisis kemanusiaan yang mengerikan sehingga menyebabkan jutaan orang menghadapi kelaparan.

Baca Juga

Dengan menanam khat, petani dapat memperoleh pendapatan tiga kali lipat daripada hasil panen tanaman lainnya, tetapi arus kas yang stabil datang dengan harga yang mahal. Tanaman yang rasanya pahit itu membutuhkan irigasi sumur dalam dan penggunaan air yang tidak proporsional, memperburuk masalah kelangkaan air di Yaman.

Konflik telah menghancurkan infrastruktur air, meninggalkan jutaan orang tanpa air bersih untuk minum atau bercocok tanam. Sistem pertanian tradisional bertingkat telah diabaikan padahal digunakan sebagai sumber makanan dan mata pencaharian di negara Semenanjung Arab yang gersang dan bergunung-gunung. 

Petani di Al-Haweri dan Bait al-Dhafif, desa di luar ibu kota Sanaa, tempat buah-buahan dan biji-bijian dibudidayakan, sekarang menanam khat. Kebuh tanaman yang dibeberapa negara termasuk kategori teh ini dibangun dari tanah yang digali dari ladang yang ada, meninggalkan tanah kosong berupa lubang besar.

Dengan ketidakpastian perang, budidaya khat memiliki keuntungan, hanya membutuhkan waktu beberapa bulan untuk mencapai panen. Bandingkan dengan pohon buah-buahan membutuhkan waktu tiga hingga lima tahun. 

Selain itu, tanaman khat bisa dipanen beberapa kali dalam setahun. Sedangkan buah-buahan dipanen hanya satu kali dalam setahun.

Tapi, menurut Bank Dunia pada Agustus, perubahan iklim membuat curah hujan Yaman kurang dapat diandalkan. Akuifer cekungan Sanaa dikeringkan dengan cepat. 

Petani di al-Haweri mengatakan, mereka mengebor 550 meter untuk mencapai air tanah saat berada di Bait al-Dhafif. Mereka mengatakan, harus jauh menggali ke kedalaman 1.000 meter. 

Beberapa tahun terakhir terlihat kekeringan di Yaman diselingi dengan hujan lebat, menyebabkan banjir bandang yang tidak mengisi akuifer. Satu laporan baru-baru ini memperkirakan bahwa Mediterania Timur dan Timur Tengah akan mengalami kenaikan suhu hampir dua kali lebih cepat dari rata-rata global, dengan pemanasan keseluruhan hingga lima derajat Celcius atau lebih pada akhir abad ini.

Laporan yang disiapkan oleh The Cyprus Institute akan dipresentasikan pada konferensi iklim PBB para pemimpin dunia yang saat ini diadakan di Mesir atau COP27.  "Karena kurangnya hujan dan surutnya sumur, semua (pertanian) mengering," kata Khaled Measer, seorang petani di Bait al-Dhafif saat dia berdiri di kebun anggurnya yang kering, satu-satunya yang tersisa dari pertanian anggur pertanian mengenaskan.

"Semuanya sudah berakhir," kata Measer. 

Beberapa petani seperti Yahya al-Yazidi masih berusaha mempertahankan dan menyelamatkan tanaman pangan di negara dengan 80 persen dari 30 juta penduduknya bergantung pada bantuan. Dia pun mengakui butuh bantuan juga. 

Yazidi menanam gandum dan sayuran. Sumurnya baru-baru ini mengering di kedalaman 320 meter. Dia meminta izin dari pihak berwenang untuk menggali lebih dalam.

"Saya punya tanaman, dan rumah kaca dengan mentimun dan tomat yang membutuhkan air setiap dua hari. Tanaman, seperti yang Anda lihat, setengah matang. Perlu air," kata Yazidi.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement