REPUBLIKA.CO.ID, TEHERAN -- Ribuan warga Iran menggelar aksi protes pada Jumat (11/11/2022) untuk menandai penumpasan 30 September oleh pasukan keamanan yang dikenal sebagai "Jumat Berdarah".
Amnesti Internasional mengatakan, pasukan keamanan secara tidak sah membunuh sedikitnya 66 orang pada September setelah menembaki pengunjuk rasa di Zahedan, ibu kota Provinsi Sistan-Baluchistan.
Pihak berwenang menyatakan, para pembangkang telah memprovokasi bentrokan. Sebuah video yang diunggah oleh akun Twitter aktivis 1500 Tasvir menunjukkan, ribuan orang berkerumun lagi di Zahedan pada Jumat. Namun Reuters tidak dapat memverifikasi keaslian rekaman video tersebut.
Video lain yang diunggah 1500 Tasvir menunjukkan, pengunjuk rasa menginjak-injak dan merusak rambu jalan bertuliskan nama jenderal tinggi Iran Qassem Soleimani di Kota Khash. Soleimani dibunuh dalam serangan pesawat tak berawak AS pada 2020 di Irak.
Demonstrasi antipemerintah mulai meletus pada September, setelah seorang wanita Kurdi, Mahsa Amini meninggal dunia dalam tahanan. Amini ditangkap dan ditahan oleh polisi moral karena diduga menggunakan pakaian yang tidak sesuai aturan. Demonstrasi nasional sejak itu berubah menjadi pemberontakan nasional yang diikuti oleh berbagai macam kalangan mulai dari mahasiswa hingga dokter, pengacara, pekerja dan atlet ambil. Sebagian besar pengunjuk rasa menunjukkan kemarahan pada Pemimpin Tertinggi Ayatollah Ali Khamenei.
Beberapa kerusuhan terburuk terjadi di daerah-daerah yang dihuni oleh kelompok etnis minoritas, termasuk wilayah Sistan-Baluchistan dan Kurdi. Wilayah Sistan-Baluchistan, dekat dengan perbatasan Pakistan dan Afghanistan. Wilayah ini adalah rumah bagi minoritas Baluch yang diperkirakan berjumlah hingga 2 juta orang.