Ahad 13 Nov 2022 05:05 WIB

Timor Leste Jadi Anggota ASEAN, Mimpi Seumur Hidup Ramos-Horta

Ramos-Horta memimpikan Timor Leste jadi anggota ASEAN sejak 1970an

Rep: Fuji E Permana/ Red: Nur Aini
Presiden Timor Leste Jose Manuel Ramos-Horta
Foto: ANTARA/Aprillio Akbar
Presiden Timor Leste Jose Manuel Ramos-Horta

REPUBLIKA.CO.ID, DILI -- Sebagai seorang diplomat baru pada 1970-an, Jose Ramos-Horta, telah pertama kali mengangkat gagasan negaranya bergabung dengan negara Asia Tenggara. Pria itu kemudian memenangkan hadiah Nobel untuk perjuangannya demi kemerdekaan Timor Leste

Hampir setengah abad kemudian, visinya tampaknya akan terwujud, dengan Perhimpunan Bangsa Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) mengumumkan pada Jumat (11/11/2022) bahwa pada prinsipnya telah setuju untuk mengakui Timor Timur, yang secara resmi dikenal sebagai Timor Leste, sebagai anggota ke-11 kelompok itu.

Baca Juga

Ramos-Horta (72 tahun) yang pensiun tahun ini untuk meraih kursi kepresidenan negara itu untuk kedua kalinya, mengatakan kepada Reuters bahwa mimpi itu telah lama tertahan.

“Pertama kali saya membicarakan hal ini, saya baru berusia 24 atau 25 tahun,” katanya melalui telepon dari ibu kota Dili.

"Saya pergi ke Jakarta dan bertemu dengan Menteri Luar Negeri Indonesia saat itu Adam Malik, dan saya tidak memiliki pengalaman diplomatik, tetapi saya tahu bahwa integrasi regional, keanggotaan di ASEAN, dan hubungan dekat dengan Australia dan Indonesia sangat penting bagi masa depan Timor Leste," katanya.

Saat itu Timor Timur dikuasai Portugal, meski jelas Lisbon akan segera melepaskan koloninya. Timor Timur kemudian dianeksasi oleh Indonesia dan baru memperoleh kemerdekaan penuh pada 2002.

Dilansir dari laman Reuters, Sabtu (12/11/2022), pada pertemuan puncak di ibu kota Kamboja Phnom Penh minggu ini, ASEAN mengatakan Timor Leste akan diberikan status pengamat pada pertemuan tingkat tinggi blok tersebut sebagai "peta jalan untuk keanggotaan penuh"

Diplomat yang pernah bercita-cita tinggi, Ramos-Horta, kini menjadi salah satu tokoh politik paling terkenal di Timor Leste. Dia menghabiskan beberapa dekade sebagai juru bicara pejuang gerilya Timor Timur yang diasingkan ketika negara itu berperang melawan Indonesia, sebuah perjuangan yang membuatnya dianugerahi hadiah Nobel pada 1996.

Dia menjabat sebagai menteri luar negeri pertama negara itu, perdana menteri dari 2006 hingga 2007, dan presiden dari 2007 hingga 2012, selama itu dia selamat dari upaya pembunuhan oleh tentara pemberontak.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement