Ahad 13 Nov 2022 01:14 WIB

Sejumlah Negara Tolak Target 1,5 Celsius di Teks COP27

Tarnegt 1,5 derajat celcius disepakati di Prancis pada 2015

Rep: Lintar Satria/ Red: Nur Aini
 Orang-orang beristirahat di luar Pusat Kongres Internasional selama Konferensi Perubahan Iklim PBB 2022 (COP27), di Sharm El-Sheikh, Mesir, 08 November 2022 (dikeluarkan 09 Novemeber 2022).
Foto: EPA-EFE/SEDAT SUNA
Orang-orang beristirahat di luar Pusat Kongres Internasional selama Konferensi Perubahan Iklim PBB 2022 (COP27), di Sharm El-Sheikh, Mesir, 08 November 2022 (dikeluarkan 09 Novemeber 2022).

REPUBLIKA.CO.ID, SHARM EL-SHEIKH -- Utusan khusus isu Perubahan Iklim Amerika Serikat (AS) John Kerry mengatakan beberapa negara menolak target untuk membatasi kenaikan suhu bumi 1,5 derajat Celsius dalam teks resmi pertemuan Iklim COP27 di Mesir. Negara-negara itu meminta agar kata-katanya tidak dituturkan secara langsung.

"Anda sangat benar, terdapat beberapa negara, meski hanya beberapa, mereka mengangkat isu untuk tidak menyinggung kata ini atau itu," katanya Kerry ketika ditanya tentang beberapa pemerintah yang menolak kata-kata target 1,5 Celsius dicantumkan, dalam konferensi pers, Sabtu (12/11/2022).

Baca Juga

"Namun pada faktanya, kata-kata itu diadopsi (di pertemuan) Glasgow, bahasanya ada di sana, dan saya tahu, Mesir tidak berniat menjadi negara tuan rumah yang mundur dari apa yang telah kami capai di Glasgow," kata Kerry menyinggung pertemuan tahun lalu di Skotlandia.

Dalam pertemuan PBB di Prancis pada 2015, pemerintah di seluruh dunia sepakat untuk membatasi kenaikan suhu bumi rata-rata 1,5 derajat Celsius. Kesepakatan yang dinamakan Perjanjian Prancis itu dianggap sebagai terobosan besar dalam ambisi internasional dalam mengatasi perubahan iklim.

Namun sejak saat itu emisi gas rumah kaca terus merangkak naik, dan ilmuwan mengatakan bumi beresiko gagal memenuhi target tersebut bila tidak segera memotong gas emisi. Melanggar ambang batas 1,5 derajat Celsius berisiko menimbulkan konsekuensi yang sangat buruk dalam pemanasan global. 

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement