REPUBLIKA.CO.ID, TEL AVIV -- Pesan supremasi Yahudi mendominasi kurikulum pendidikan yang diusulkan Israel. Sejumlah sumber di Kementerian Pendidikan mengatakan, kurikulum dirumuskan selama setahun terakhir oleh lima anggota komite kurikulum yang terdiri dari orang Yahudi.
Kurikulum diharapkan menjadi dasar untuk program kewarganegaraan sekolah menengah baru di masa depan. Kurikulum baru tersebut sedang menunggu persetujuan akhir.
"Program ini menyampaikan dengan baik pesan supremasi Yahudi kepada para siswa," ujar Profesor Mordechai Kremnitzer dari Universitas Ibrani Yerusalem dan Institut Demokrasi Israel, dilaporkan Haaretz.
Kremnitzer menekankan bahwa, kontribusi sistem pendidikan Israel tidak dapat diabaikan ketika melihat hasil pemilu belum lama ini. Kurikulum baru akan diterapkan untuk kelas sembilan di sekolah umum non-agama, sekolah agama di komunitas umum, serta sekolah umum di komunitas Arab dan Druze.
Menurut salinan kurikulum yang diperoleh Haaretz, kurikulum bagian pertama berkaitan dengan Deklarasi Kemerdekaan Israel. Kurikulum ini fokus pada otoritas pemerintah dan sejumlah simbol dan undang-undang perwakilan. Bagian kedua menawarkan daftar topik untuk dipilih, termasuk "Israel dan Diaspora", "Hubungan Agama-Negara", "Konflik Israel-Arab", dan "Bapak Pendiri". Dalam kurikulum itu tidak disebutkan keberadaan jutaan orang Palestina atau ketidaksetaraan ekonomi dan sosial di Israel.
Kata-kata seperti kesetaraan tidak disebutkan sama sekali dalam kurikulum baru. Sedangkan dalam kurikulum saat ini, kata " kesetaraan" muncul sembilan kali, terutama berkaitan dengan persamaan di hadapan hukum.
Sementara kata “loyal” diperkenalkan untuk pertama kalinya dalam konteks menjadi "taat hukum dan setia kepada Negara". Daftar tujuan tidak mencantumkan kewajiban Negara untuk mengurus dan melayani warga negaranya dan bahwa kata "hak" tidak muncul dalam kurikulum baru tersebut. Sedangkan istilah "martabat manusia" telah dihapus dari kurikulum baru itu.
"Inti dari sistem demokrasi adalah manusia, bersama dengan berbagai kombinasi nilai kesetaraan dan kebebasan. Ini tidak terlihat dalam kurikulum," kata seorang pejabat Kementerian Pendidikan yang berbicara dengan syarat anonim, dilaporkan Middle East Monitor, Senin (14/11/2022).