Selasa 15 Nov 2022 19:55 WIB

Australia-China Ingin Stabilkan Hubungan Dalam Pertemuan di Bali

Australia berharap dapat menstabilisasi hubungan dengan China

Rep: Lintar Satria/ Red: Esthi Maharani
Australia berharap dapat menstabilisasi hubungan dengan China tapi tidak berekspektasi adanya resolusi cepat untuk mengatasi perbedaan antara dua negara.
Foto: AP Photo/Anupam Nath
Australia berharap dapat menstabilisasi hubungan dengan China tapi tidak berekspektasi adanya resolusi cepat untuk mengatasi perbedaan antara dua negara.

REPUBLIKA.CO.ID, SYDNEY -- Australia berharap dapat menstabilisasi hubungan dengan China tapi tidak berekspektasi adanya resolusi cepat untuk mengatasi perbedaan antara dua negara. Perdana Menteri Australia Anthony Albanese akan bertemu dengan Presiden China Xi Jinping, Selasa (15/11/2022).

Beberapa tahun terakhir hubungan Australia dan China semakin memburuk. Pada tahun 2020 Beijing memblokir ratifikasi ekspor pertanian dan mineral Australia setelah Canberra menyerukan penyelidikan asal virus Covid-19.

Pada bulan Juli perwakilan Beijing meminta pemerintah baru Partai Buruh Albanese yang berkuasa usai memenangkan pemilihan umum bulan sebelumnya untuk "mengambil tindakan" dalam memulihkan hubungan kedua negara. Pada Senin (14/11/2022) kemarin Albanese mengatakan tidak ada syarat dalam pertemuannya dengan Xi di sela pertemuan G-20 di Bali.

Direktur lembaga think-tank Asia Society Australia Richard Maude mengatakan pertemuan ini penting untuk memulai kembali dialog tingkat tinggi dengan China yang sudah lama membeku. Tanpa membuat Australia menarik salah satu kebijakannya.

"Pendeknya, Australia tidak tunduk pada kehendak China," katanya.

Pertemuan ini dilakukan saat China ingin bergabung dalam pakta perdagangan Perjanjian Komprehensif dan Progresif Kemitraan Trans-Pasifik (CPTPP) yang membutuhkan persetujuan 11 anggotanya. Australia salah satu anggota pakta tersebut.

Menteri Keuangan Australia Jim Chalmers mengatakan tidak semua perbedaan dapat diatasi dalam satu pertemuan. Meski Australia ingin pembatasan perdagangan senilai 20 miliar dolar Australia per tahun dicabut.

"Sebagian dari stabilisasi hubungan ini artinya secara ideal mencabut pembatasan-pembatasan itu," kata Chalmers pada stasiun radio ABC.

Pemerintah sayap kanan Scott Morrison menggambarkan sanksi-sanksi yang sebagian diterapkan pada ekspor komoditas sebagai "koersi ekonomi" China. Dalam pidatonya Ahad (13/11/2022) lalu Menteri Luar Negeri Australia Penny Wong membedakan pemerintah Albanese dengan perdana menteri sebelumnya.

Ia mengatakan pemerintah Morrison mengeksploitas perbedaan dengan China untuk keuntungan politik dalam negeri. Ia mengatakan di bawah Partai Buruh maka sikap Australia pada China akan lebih "tenang dan konsisten."

Direktur Institut Hubungan Australia-Tiongkok di Universitas Teknologi Sydney James Laurenceson mengatakan pertemuan ini penting karena Xi satu-satunya orang yang memiliki otoritas di China untuk mengatasi keluhan perdagangan China-Australia.

"Xi mungkin memerintahkan pencabutan sanksi-sanksi, bila tidak dalam satu malam, maka akan secara bertahap," kata Laurenceson. Menurutnya pertemuan ini juga akan memberi sinyal kuat pada birokrat China bahwa Australia tidak lagi dijauhi.

"Petani menyambut baik langkah untuk mengembalikan dan meningkatkan akses ke pasar China dan berharap pertemuan pekan ini membuka jalan menuju itu," kata pelaksana tugas CEO Federasi Petani Nasional Australia Warwick Ragg.

Pertemuan di Bali akan menjadi pertemuan pertama antara Presiden China dengan Perdana Menteri Australia sejak 2016. Hubungan Australia dan China mulai memburuk sejak 2017 ketika undang-undang untuk mengatasi intervensi China pada politik Australia diperkenalkan.

Beijing juga geram dengan keputusan Canberra untuk melarang Huawei dalam proyek jaringan 5G dengan alasan keamanan pada 2018 lalu. Keputusan ini mengikuti langkah negara-negara Barat lainnya.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement