Sabtu 19 Nov 2022 19:16 WIB

Rusia dan China Mulai Gunakan Mata Uang Lokal dalam Perdagangan

Rusia dan China sepakat menggunakan mata uang nasional dalam perdagangan gas alam

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Christiyaningsih
Rusia dan China sepakat menggunakan mata uang nasional dalam perdagangan gas alam. Ilustrasi.
Foto: AP Photo/Bela Szandelszky
Rusia dan China sepakat menggunakan mata uang nasional dalam perdagangan gas alam. Ilustrasi.

REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW -- Rusia dan China sepakat untuk beralih menggunakan mata uang nasional dalam perdagangan gas alam. Kesepakatan ini telah ditandatangani pada awal September lalu.

Wakil Perdana Menteri Rusia Alexander Novak mengatakan kepada televisi Rossiya 24, pembayaran dalam mata uang nasional mencakup pasokan gas dari Rusia dan penjualan peralatan dari China. Novak menambahkan, kedua negara secara aktif beralih ke pembayaran dalam mata uang nasional pasokan minyak dan produk minyak bumi.

Baca Juga

Dilaporkan Anadolu Agency pada Jumat (18/11/2022), raksasa energi Rusia Gazprom mengumumkan kesepakatan dengan China National Petroleum Corporation (CNPC) milik negara pada 6 September untuk menggunakan mata uang nasional dalam pembayaran gas alam. Mereka menandatangani perjanjian pembelian dan penjualan gas jangka panjang untuk memasok gas dari Rusia ke Chlina melalui rute di Timur Jauh. 

Gazprom menghadapi pembatasan yang diberlakukan oleh negara-negara Barat pada sistem perbankan Rusia. Namun Rusia mencoba beralih mengganti pembayaran dalam perjanjian internasional dengan mata uang lokal rubel.

Presiden Vladimir Putin menggambarkan negara-negara Barat yang menjatuhkan sanksi kepada Rusia sebagai "negara yang tidak bersahabat". Putin mengatakan mereka harus membayar pasokan gas dalam rubel.

Gazprom bertujuan untuk meningkatkan pasokannya ke pasar Asia, khususnya China, karena ekspor gas alam ke Eropa turun tajam akibat sanksi. Tahun lalu, Gazprom memasok 10,4 miliar meter kubik gas alam ke China melalui pipa Power of Siberia, yang memiliki kapasitas gas tahunan sebesar 38 miliar meter kubik.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement