Negara-negara berkembang telah berulang kali membuat seruan tentang pembentukan dana kerugian dan kerusakan. Hal itu guna memberikan kompensasi kepada negara-negara paling rentan terhadap bencana iklim, tapi hanya berkontribusi kecil atas terjadinya krisis iklim.
Topik tentang pembentukan mekanisme pendanaan semacam itu tidak masuk dalam agenda diskusi ketika COP27 resmi dimulai pada 6 November lalu. “Pada awal pembicaraan ini kerugian dan kerusakan bahkan tidak masuk dalam agenda dan sekarang kita membuat sejarah,” kata Direktur Eksekutif Power Shift Africa Mohamed Adow.
“Itu hanya menunjukkan bahwa proses PBB ini dapat mencapai hasil, dan bahwa dunia dapat mengakui keadaan yang rentan tidak boleh diperlakukan sebagai sepak bola politik,” kata Adow menambahkan.
Kerugian serta kerusakan mencakup dampak iklim yang luas, mulai dari jembatan dan rumah yang hanyut dalam banjir bandang, hingga terancam hilangnya budaya atau bahkan seluruh pulau akibat naiknya permukaan laut.