REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pekan ini memperingatkan ratusan rumah sakit dan fasilitas kesehatan Ukraina kekurangan bahan bakar, air dan listrik. Sebelumnya dilaporkan Pemerintah Ukraina berjanji untuk mendirikan tempat tinggal sementara yang menyediakan pemanas.
"Sistem kesehatan Ukraina menghadapi hari-hari tersuram dalam perang sejauh ini, mengalami lebih dari 700 serangan, kini juga korban krisis energi," kata direktur regional WHO untuk Eropa Hans Kluge dalam pernyataannya usai berkunjung ke Ukraina.
Pada Selasa (22/11/2022) Yasno, pemasok energi terbesar Ukraina, mengatakan pemadaman darurat berdampak pada hampir satu juta rumah tangga dan bisnis. Kepala Yasna Sergey Kovalenko menyarankan warga "menyimpan banyak pakaian hangat, selimut, dan memikirkan opsi yang akan membantu mereka melewati pemadaman listrik berkepanjangan."
Pekan lalu kantor berita Tass mengutip juru bicara Kremlin Dmitry Peskov yang mengatakan serangan Rusia ke infrastruktur energi merupakan konsekuensi Kiev tidak bersedia bernegosiasi. Moskow mengatakan invasi yang mereka sebut "operasi militer khusus" itu untuk menyingkirkan nasionalis Ukraina dan melindungi pengguna bahasa Rusia.
Ukraina dan Barat mengatakan Rusia menggelar serangan tanpa provokasi. Langkah imperialistik untuk menduduki wilayah negara tetangganya.
Barat merespon invasi itu dengan mengirimkan bantuan finansial dan militer ke Kiev. Terbaru Uni Eropa menggelontorkan 2,5 miliar euro dan beberapa pekan ke depan Amerika Serikat (AS) diperkirakan akan mengirimkan 4,5 miliar dolar AS.
Barat juga menekan Rusia untuk segera menarik pasukannya dari Ukraina dengan memberlakukan banyak sanksi. Salah satunya membatasi harga ekspor minyak Rusia yang bertujuan mengurangi pendapatan bensin yang Moskow gunakan untuk membiayai perang di Ukraina.
Pejabat Kementerian Keuangan AS mengatakan kelompok negara kaya yang tergabung dalam Group of 7 dijadwalkan akan mengumumkan batas harga dan mungkin disesuaikan beberapa kali dalam setahun.