REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Mahkamah Agung (MA) Inggris memutuskan pada Rabu (23/11/2022), bahwa pemerintah Skotlandia tidak dapat mengadakan referendum kedua untuk merdeka tanpa persetujuan dari parlemen Inggris. Keputusan ini memberikan pukulan telak bagi kelompok nasionalis untuk mengadakan pemungutan suara tahun depan.
"Parlemen Skotlandia tidak memiliki kekuatan untuk membuat undang-undang referendum tentang kemerdekaan Skotlandia," kata Ketua MA Inggris Robert Reed.
Keputusan itu menanggapi permintaan petugas hukum senior pemerintah Skotlandia tentang kemungkinan pemerintah Skotlandia dapat meloloskan undang-undang yang membuka jalan bagi referendum kedua tanpa persetujuan parlemen Inggris. Putusan bulat dari lima hakim di pengadilan Inggris adalah tidak bisa.
Undang-Undang Skotlandia tahun 1998 yang membentuk parlemen Skotlandia dan mengalihkan beberapa kekuasaan dari Westminster menyatakan, semua hal yang berkaitan dengan Persatuan Kerajaan Skotlandia dan Inggris diserahkan kepada parlemen Inggris. Pengadilan menyimpulkan setiap referendum, bahkan penasehat, akan menjadi masalah yang dilindungi undang-undang.
Warga Skotlandia menolak untuk mengakhiri persatuan yang telah berusia lebih dari 300 tahun dengan Inggris sebesar 55 persen melawan 45 persen pada 2014. Namun juru kampanye kemerdekaan berpendapat pemungutan suara dua tahun kemudian agar Inggris meninggalkan Uni Eropa yang ditentang oleh mayoritas pemilih Skotlandia telah mengubah keadaan secara material.
Menteri Pertama Skotlandia dan pemimpin Partai Nasional Skotlandia (SNP) yang pro-kemerdekaan Nicola Sturgeon mengumumkan awal tahun ini, ingin mengadakan pemungutan suara kemerdekaan penasehat pada 19 Oktober 2023. Namun dia menginginkan langkah itu harus sah menurut hukum dan diakui secara internasional.
Tapi, pemerintah Inggris di London mengatakan, tidak akan memberikan izin untuk plebisit lagi, karena upaya itu harus menjadi acara sekali dalam satu generasi. Jajak pendapat menunjukkan, pemilih tetap terbagi rata dalam mendukung kemerdekaan atau tidak dengan pemungutan suara akan terlalu dekat untuk dilakukan.
SNP yang telah mendominasi politik Skotlandia selama lebih dari satu dekade memenangkan mayoritas kursi parlemen dalam pemilihan Inggris 2019. Mereka berpendapat bahwa penolakan pemerintah Inggris untuk mengizinkan pemungutan suara lagi berarti pandangan orang Skotlandia diabaikan.
Sturgeon telah berjanji bahwa kekalahan di MA berarti partainya akan bertarung dalam pemilihan umum Inggris berikutnya yang akan diadakan pada 2024. Agenda yang akan dibawa adalah penentuan nasib Skotlandia harus merdeka menjadikannya sebagai referendum "de facto".
"Sebuah undang-undang yang tidak mengizinkan Skotlandia untuk memilih masa depan kita sendiri tanpa persetujuan Westminster mengungkap mitos tentang gagasan Inggris sebagai kemitraan sukarela dan mendukung Indy (kemerdekaan)," kata Sturgeon di Twitter.
"Keputusan hari ini menghalangi satu jalan untuk mendengar suara Skotlandia tentang kemerdekaan tetapi dalam demokrasi, suara kami tidak dapat dan tidak akan dibungkam," ujarnya.