REPUBLIKA.CO.ID., ANKARA -- Perang Rusia-Ukraina akan berakhir di meja perundingan, bukan di medan perang, kata Menteri Luar Negeri Turki Mevlut Cavusoglu pada Rabu (23/11/2022), menyoroti upaya negara itu untuk menengahi penyelesaian konflik.
"Dengan satu atau lain cara, perang ini akan berakhir di atas meja. Kami tidak berpikir ini akan berakhir dengan perolehan militer di lapangan. Meski begitu, ada risiko perang yang dapat berlangsung selama beberapa dekade," kata Cavusoglu dalam konferensi tentang kebijakan luar negeri kemanusiaan dan kemanusiaan Türkiye di ibu kota Ankara.
Pada pembicaraan damai dua hari yang terpisah antara delegasi Rusia dan Ukraina yang diadakan di Istanbul pada bulan Maret nanti, Cavusoglu mengatakan, "Sebenarnya, ketika kami berkumpul bersama di Istanbul, pihak-pihak sudah sangat dekat dengan gencatan senjata."
Menekankan pentingnya kebijakan keseimbangan Turki dalam perang Rusia-Ukraina, dia mengatakan Presiden Recep Tayyip Erdogan adalah satu-satunya pemimpin di NATO yang dapat bertemu secara setara dengan rekan-rekannya dari Rusia dan Ukraina.
“Menjadi negara NATO bukan berarti kita tidak bisa bertemu dengan Rusia atau negara lain. Keseimbangan ini perlu dijaga dengan baik.”
Turki adalah pelopor dalam masalah mediasi dalam organisasi seperti PBB, Organisasi untuk Keamanan dan Kerjasama di Eropa (OSCE), dan Organisasi Kerjasama Islam, tambah dia.
Pertukaran tahanan antara Rusia dan Ukraina juga diamankan atas prakarsa Presiden Erdogan, katanya, menambahkan bahwa Ankara juga memainkan peran memfasilitasi dalam pembicaraan tentang masalah pembangkit listrik tenaga nuklir Zaporizhzhia.
Dia mengkritik reaksi dari Uni Eropa, AS, Yunani, dan otoritas Siprus Yunani terhadap pengakuan Republik Turki Siprus Utara (TRNC) sebagai anggota pengamat Organisasi Negara-negara Turki.
"Mereka mengancam negara-negara Turki dan menekan mereka, tetapi mereka melihat bahwa dunia Turki tidak lagi tunduk pada ancaman dan tekanan seperti itu."
Selain memuji inisiatif Turki di Afrika dan Amerika Latin, Cavusoglu mengatakan perdagangan negara itu dengan Afrika telah meroket dari 4,5 miliar dolar AS menjadi 35,4 miliar dolar AS, ditetapkan mencapai 45 miliar dolar AS tahun ini.