REPUBLIKA.CO.ID, SEOUL -- Presiden Korea Selatan (Korsel) Yoon Suk-yeol mengingatkan pada Selasa (29/11/2022) tentang tindakan tegas yang belum pernah dilakukan sebelumnya, jika Korea Utara (Korut) kembali melakukan uji coba senjata nuklir. Dalam wawancaranya dengan Reuters kemarin, Yoon juga mendesak China memainkan peran aktif membujuk Pyongyang untuk tidak mengembangkan senjata nuklir dan rudal.
"Tanggapannya akan menjadi sesuatu yang belum pernah terlihat sebelumnya," ujar Yoon ketika ditanya langkah Korsel dan sekutu jika Korut melakukan uji coba senjata baru.
Namun ia menolak menjelaskan detail ucapannya tersebut. "Akan sangat tidak bijaksana bagi Korea Utara untuk melakukan uji coba nuklir ketujuh," katanya.
Yoon juga turut menyerukan pada China, yang merupakan sekutu terdekat Korut agar memenuhi tanggung jawabnya sebagai seorang anggota tetap Dewan Keamanan PBB. Sebab jika China tidak melakukan hal itu, maka bisa terjadi gelombang pengerahan aset-aset militer ke Semenanjung Korea.
"Yang pasti China memiliki kemampuan untuk mempengaruhi Korut, dan China memiliki tanggung jawab untuk terlibat dalam proses tersebut," kata Yoon. "Terserah Beijing untuk memutuskan apakah akan menggunakan pengaruh itu untuk perdamaian dan stabilitas atau tidak," imbuhnya.
Menurut Yoon, tindakan Korut mengarah pada peningkatan pengeluaran pertahanan di negara-negara di sekitar kawasan, termasuk Jepang, dan lebih banyak penempatan pesawat tempur dan kapal AS. "Adalah kepentingan China untuk melakukan upaya terbaik untuk membujuk Korut melakukan denuklirisasi," katanya.
Korsel dan sekutu Amerika Serikat (AS) telah setuju untuk mengerahkan lebih banyak aset strategis AS seperti kapal induk dan pengebom jarak jauh ke daerah Korsel. Namun Yoon mengatakan dia tidak mengharapkan perubahan pada 28.500 pasukan darat Amerika yang ditempatkan di Korsel.
"Kita harus menanggapi secara konsisten, dan sejalan satu sama lain," kata Yoon. Ia juga menyalahkan kurangnya konsistensi dalam tanggapan internasional atas kegagalan kebijakan Korut selama tiga dekade.
China berjuang bersama Korut dalam Perang Korea 1950-53 dan telah mendukungnya secara ekonomi dan diplomatik sejak itu, namun para analis mengatakan Beijing mungkin memiliki kekuatan terbatas, dan mungkin sedikit keinginan untuk mengekang Pyongyang. China mengatakan pihaknya memberlakukan sanksi DK PBB ke Korut, namun demikian sejak itu menyerukan agar sanksi itu dilonggarkan dan, bersama dengan Rusia, memblokir upaya pimpinan AS untuk menjatuhkan sanksi baru.