Rabu 30 Nov 2022 08:39 WIB

Putin dan PM Irak Bahas Pembatasan Harga Minyak oleh Barat

Pembatasan harga akan menimbulkan konsekuensi serius bagi pasar energi global.

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Esthi Maharani
Presiden Rusia Vladimir Putin dan Perdana Menteri Irak Mohammed Shia Al-Sudani, membahas pembatasan harga akan menimbulkan konsekuensi serius bagi pasar energi global.
Foto: AP Photo/Michael Probst
Presiden Rusia Vladimir Putin dan Perdana Menteri Irak Mohammed Shia Al-Sudani, membahas pembatasan harga akan menimbulkan konsekuensi serius bagi pasar energi global.

REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW -- Presiden Rusia Vladimir Putin dan Perdana Menteri Irak Mohammed Shia Al-Sudani, membahas upaya Barat untuk membatasi harga minyak. Dalam panggilan telepon tersebut, Putin mengatakan kepada Sudani bahwa pembatasan harga akan menimbulkan konsekuensi serius bagi pasar energi global.

"Upaya sejumlah negara Barat untuk memberlakukan pembatasan biaya minyak mentah dari Rusia telah disinggung. Vladimir Putin menekankan bahwa tindakan seperti itu bertentangan dengan prinsip hubungan pasar dan kemungkinan besar akan menimbulkan konsekuensi serius bagi pasar energi global," ujar pernyataan Kremlin.

Uni Eropa dan Amerika Serikat telah meningkatkan upaya untuk mencapai kesepakatan menetapkan batas harga impor minyak Rusia. Rusia dan Irak adalah produsen minyak utama dan anggota perjanjian OPEC+, yang menetapkan tingkat produksi minyak untuk mengelola harga dunia.

Pada September lalu, Putin mengancam akan sepenuhnya memotong pasokan energi ke Barat, jika mereka mencoba membatasi harga ekspor Rusia. Dia juga berkomitmen untuk melanjutkan aksi militer Moskow di Ukraina hingga mencapai tujuannya.

Berbicara pada forum ekonomi tahunan di kota pelabuhan timur jauh Vladivostok, Putin menyinggung rencana Uni Eropa untuk membatasi harga minyak dan gas Rusia. Dia menyebut rencana pembatasan itu sebagai gagasan “bodoh” karena akan mengarah pada kenaikan harga. Menurut Putin, pembatasan harga akan menjadi bumerang bagi Barat.

"Upaya untuk membatasi harga dengan cara administratif hanyalah ocehan, itu omong kosong belaka. Jika mereka mencoba menerapkan keputusan bodoh itu, maka tidak akan membawa kebaikan bagi mereka," ujar Putin.

Putin memperingatkan, pembatasan harga merupakan pelanggaran terhadap kontrak yang ada. Putin mengancam akan mematikan aliran gas dan pasokan energi kepada Uni Eropa jika mereka menerapkan pembatasan harga

"Apakah mereka akan membuat keputusan politik yang melanggar kontrak?". “Kalau begitu, kami akan menghentikan pasokan jika itu bertentangan dengan kepentingan ekonomi kami. Kami tidak akan memasok gas, minyak, minyak diesel atau batu bara," kata Putin.

Putin mengatakan, Rusia akan dengan mudah menemukan cukup banyak pelanggan di Asia untuk mengalihkan ekspor energinya dari Eropa. "Permintaan di pasar global sangat tinggi sehingga kami tidak akan kesulitan menjualnya,” katanya.

Putin menepis argumen Uni Eropa bahwa Rusia menggunakan energi sebagai senjata dengan menangguhkan pasokan gas melalui pipa gas Nord Stream 1 ke Jerman. Putin balik menuduh bahwa sanksi Barat membuat turbin pipa tidak aman untuk beroperasi. 

"Mereka telah mendorong diri mereka sendiri ke jalan buntu dengan sanksi," kata Putin.

Putin menekankan, Rusia akan terus melindungi kedaulatannya dalam menghadapi upaya Amerika Serikat dan sekutunya untuk mempertahankan dominasi global. Dia mengatakan, dunia tidak boleh didirikan di atas diktat satu negara yang menganggap dirinya lebih tinggi dan mendasarkan kebijakannya pada eksklusivitas.

Putin mengakui, sanksi Barat telah menyebabkan ekonomi Rusia menyusut 2 persen tahun ini. Tapi situasi ekonomi dan keuangan di Rusia telah stabil. Inflasi harga konsumen telah melambat dan pengangguran tetap rendah.

“Rusia telah menolak agresi ekonomi, keuangan, dan teknologi Barat. Ada polarisasi tertentu di dunia dan di dalam negeri, tetapi saya melihatnya sebagai hal yang positif.  Segala sesuatu yang tidak perlu, berbahaya, segala sesuatu yang menghalangi kita untuk maju akan ditolak," ujar Putin.

sumber : Reuters / AP
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement