REPUBLIKA.CO.ID, BRUSSELS – Komisi Eropa telah mengusulkan penyitaan aset Rusia yang sebelumnya telah dibekukan sebagai bentuk hukuman atas keputusan Moskow menginvasi Ukraina. Komisi tersebut pun tengah menjajaki opsi hukum dengan para mitra Uni Eropa untuk memberi kompensasi kepada Kiev atas kehancuran yang dihadapinya akibat konflik.
“Kami telah memblokir 300 miliar euro cadangan Bank Sentral Rusia dan kami telah membekukan 19 miliar euro uang oligarki Rusia,” kata Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen, Rabu (30/11/2022).
Dia mengungkapkan, dalam jangka pendek Uni Eropa serta mitra-mitranya dapat mengelola dana tersebut dan menginvestasikannya. Hasil investasi akan disalurkan ke Ukraina. Dana tersebut pada akhirnya bakal menjadi kompensasi bagi Kiev yang telah mengalami kehancuran infrastruktur akibat konflik.
“Kami akan bekerja pada perjanjian internasional dengan para mitra kami untuk memungkinkan hal ini. Dan bersama-sama, kita dapat menemukan cara hukum untuk mencapainya,” kata von der Leyen.
Dia juga mengungkapkan bahwa Uni Eropa mengusulkan pembentukan pengadilan khusus, yang didukung PBB, untuk menyelidiki dan menuntut kejahatan agresi Rusia. Selama beberapa bulan terakhir, para pejabat Uni Eropa, Amerika Serikat (AS), dan negara-negara Barat lainnya telah mendiskusikan tentang bagaimana cara menyita aset Rusia yang disimpan di luar negeri dan telah dibekukan secara legal. Aset yang dibidik bukan hanya milik negara, tapi juga swasta.
Masalahnya adalah bahwa di sebagian besar negara anggota Uni Eropa, penyitaan aset yang dibekukan hanya dimungkinkan secara hukum jika ada hukuman pidana. Selain itu, banyak aset warga negara Rusia yang masuk daftar hitam sulit disita atau bahkan dibekukan karena terdaftar sebagai milik anggota keluarga. Rusia telah menyatakan bahwa pembekuan cadangan bank sentralnya dan aset warganya adalah ilegal.